Blog Detail

  • Home
  • Cerita Horor Kultus Tanah Hitam Part 1

Cerita Horor Kultus Tanah Hitam Part 1

SlotRaja777 – “Jari mereka tidak utuh, namun hampir semua dari mereka merupakan orang penting di bidangnya. Mereka mendapatkan semua yang diingkan, kecuali kematian..”

“Kopinya ya, Mas…”

Secangkir kopi panas sampai di mejaku yang asik melamun seorang diri di sebuah warung sederhana di pinggir jalan.

Suara bus dan truk yang lalu lalang menemani lamunanku di siang itu.
Aku hanya terpaku pada tayangan televisi yang digantung di warung itu. Program padat karya disosialisasikan di televisi oleh pejabat-pejabat yang terlihat berwibawa dan terhormat.

Sesekali aku berpikir, bagaimana cara mereka bisa menduduki jabatan itu?
Apa yang harus kuberikan untuk sampai di titik itu?

“Tumben ngeliatin siaran TVRI, Wan? Nonton keroncong wae, piye?” Tegur Gugun yang baru saja datang setelah memarkirkan truk pasirnya di halaman warung.
“Ganti aja, Gun. Aku cuman ngelamun gimana caranya biar bisa kayak mereka?”

“Halah Iwan.. Iwan, ndak usah aneh-aneh. Kamu harus adu ‘pegangan’ biar bisa rebutan posisi sama mereka. Sanggup kamu?”
Gugun memang seseorang yang percaya dengan hal-hal gaib. Ia percaya bahwa hampir semua pejabat dan orang-orang penting selalu punya pegangan.

Bukan tanpa dasar, ia pernah melihat sendiri anak kepala desanya hendak mencalonkan diri menjadi lurah.
Demi mendapat posisi itu anak kepala desa itu melakukan ‘kumkum’ di tengah malam di sungai desa. Ritual seperti itu masih tidak asing di desa asal Gugun.

“Nggak semua kayak gitu kali, Gun. Bisa aja emang ada yang main klenik….”
“Atau ada yang main orang dalem, Kan? Intinya harus ada pegangan, Wan..” Gugun memotong ucapanku sambil menyalakan rokoknya. Tapi menurutku ucapannya ada benarnya juga.

BRAKKKK!!!!
Ketenangan kami saat itu tiba-tiba dikagetkan dengan sebuah mobil yang meluncur cepat di tanjakan dan jatuh ke dalam Jurang.

“Astagfirullahaladzim!!” Gugun lebih dulu menyadarinya dan bergebas mengecek keadaan mobil itu.
Tidak mungkin. Tidak mungkin ada yang bisa selamat dari kecelakaan itu. Seluruh warga yang berada di sekitar turunanpun berkumpul dan saling membantu untuk turun untuk memeriksa keadaan orang di mobil itu.
Seorang pria. Ia mengenakan pakaian kemeja yang rapi dan mengemudi seorang diri. Warga yang mengecek keadaan orang di mobil itu memberi isyarat bahwa penumpang itu sudah mati.
Bagaimana tidak, saat aku mencoba mendekat aku melihat dari dalam mobil wajah orang yang menatapku. Ternyata penumpang itu mati dengan kepala yang patah menoleh ke belakang.

***
Polisi sudah mencari tahu identitas penumpang itu. tak ada tanda pengenal, tak ada plat nomor, dan tak ada petunjuk apapun tentang pria itu. Atas perintah petugas polisi, Aku juga ikut membantu mengevakuasi jasad itu.
saat itu aku sadar, bahwa satu jari dari korban tidak utuh. Aku yakin itu bukan karena kecelakaan yang terjadi.

Jasad itu didiamkan beberapa saat. Aku sempat mengira bahwa pihak polisi menunggu tenaga medis untuk melakukan pemeriksaan,
namun yang datang berikutnya adalah sebuah mobil kijang yang cukup mewah dan seseorang berpakaian polisi dengan pangkatnya keluar dari sana.
“Sudah, minta tolong warga desa saja buat mengubur…” Pimpinan polisi itu memberikan perintah semudah itu setelah melihat sekilas jasad itu.
Benar-benar tak serumit dugaanku.

Seluruh anak buahnya pun sepakat tanpa bertanya apapun dan pimpinan itu pun kembali ke mobilnya.
Saat itu aku tanpa sengaja menyadari satu hal dari sang pimpinan. Jarinya juga tidak utuh…
Kebetulan? Bisa saja…

Aku memang tidak mengerti prosedur yang harus dilakukan saat terjadi kecelakaan seperti ini. Warga desa pun sama.
Mereka hanya menurut menguburkan jasad tanpa nama itu di pemakaman umum desa. Tapi ternyata, semua itu adalah awal dari sebuah bencana.
Suatu pagi warga desa dihebihkan dengan ditemukannya seorang ibu yang tak sadarkan diri di jalan desa.
Aku mengenalnya, dia adalah Bu Fajri yang rumahnya tak jauh dari masjid. Wajahnya begitu pucat dan tak sadarkan diri. Bu Fajri baru sadar saat tengah hari dan ia menceritakan sesuatu yang tak masuk di akal.
Malam sebelumnya hujan gerimis turun membasahi desa. Hampir tak ada warga desa yang keluar di malam itu. Saat tengah tertidur dengan lelap, Bu Fajri dibangunkan dengan suara ketukan pintu dari luar.

Dok… dok… dok…
Ketukannya terdengar lambat namun enggan untuk berhenti. Bu Fajri ingin membukakan, namun saat sampai di dekat pintu perasaan merinding menyelimuti tubuh Bu Fajri.

“Siapa?” Bu Fajri mencoba mencari tahu siapa yang mengetuk pintu rumahnya hujan-hujan di tengah malam.
Namun tak ada yang menjawab.

Saat hendak kembali ke kamarnya, tiba-tiba suara itu terdengar lagi. Namun sama sekali tidak ada yang menjawab ketukan itu. Hal itu pun terjadi berulang-ulang.
Hingga saat sudah kehabisan kesabaran, Bu Fajri membawa sapu lidi dan membuka pintu rumah. Seketika angin dingin berhembus membuat tubuh Bu Fajri menggigil.

Tapi, tak ada seorangpun di luar…
Bu Fajri pun merinding sejadi-jadinya. Namun saat ia hendak menutup pintu dan berbali, ia menyadari ada langkah kaki basah memasuki rumahnya. Dan saat ia berbalik, sosok seseorang dengan sisa kain kafan di tubuhnya sudah berada di belakangnya.
Tubuhnya membelakangi Bu Fajri, namun kepalanya memutar terbalik menatapnya dengan mengerikan.
“Aku hanya ingin mati…”

Suara itu terdengar dari sosok itu. Bu Fajri yang ketakutan pun berlari menyeret langkah lemahnya, namun sosok itu selalu mendekat ke arahnya.
Saat hendak mencapai masjid Bu Fajri tak mampu menahan rasa takutnya dan jatuh tak sadarkan diri.

“I—itu, itu mayat yang kecelakaan beberapa hari lalu! Yang dikuburkan di pemakaman desa!” Ucap Bu Fajri.
Warga yang mendengar cerita itu pun merinding, namun ada juga warga yang menganggap Bu Fajri hanya berhalusinasi. Sampai cerita serupa pun terdengar dari beberapa warga. Rumah mereka diketok di tengah malam.
Jika tak dibukakan, mereka akan melihat langkah kaki basah di sekitar teras rumah mereka.

Ada yang mengintip saat mendengar suara ketukan di rumah tetangganya, dan benar saja. Ia melihat sosok mayat korban kecelakaan yang dikubur di pemakaman desa saat itu.
Aku ikut merasakan kengerian itu walaupun belum sekalipun aku mengalami ketukan pintu atau melihat sosok mayat itu. Sampai suatu ketika, aku dalam perjalanan pulang ke rumah saat langit masih memerah.
Samar-samar aku melihat dari jauh ada seseorang yang berjalan dengan lambat di dekat pemakaman.

Srek… srek…

Langkahnya aneh, namun aku yang lelah tak ingin menghabiskan waktuku mengurusi hal lain. Tapi saat itu firasatku benar-benar tidak baik.
Sosok itu berjalan ke arah sungai. Aku pun berbalik arah berniat membuntuti orang itu.

Mayat itu benar-benar hidup..

Ia berjalan dengan menyeret sesuatu. Seketika bulu kudukku merinding dan kakiku lemas. Aku hanya mengintip dari kejauhan tanpa tahu apa yang terjadi.
Tapi saat sosok itu mendekat ke arah sungai, aku baru tersadar bahwa mayat itu menyeret tubuh manusia.

Aku tak bisa melihat dengan jelas, dan sebelum aku mencari tahu, mayat itu sudah menjatuhkan tubuhnya dan orang yang ia seret ke sungai.
Aku tak akan bisa melupakan pemandangan itu seumur hidupku.

Malam harinya suara kentongan terdengar membangunkan seluruh warga desa. Putri, anak salah seorang warga desa yang masih duduk di bangku SMP tidak kembali ke rumah.
Keluarga dan sebagian warga desa berkeliling desa mencari keadaan putri. Mereka pun mampir ke rumahku untuk mencari petunjuk. Namun aku pun tak memiliki petunjuk tentang keadaan putri. Selain…

Tidak mungkin.. Tidak mungkin tubuh yang diseret mayat itu adalah Putri?
Aku pun menceritakan ke warga desa tentang apa yang kulihat. Mereka pun melebarkan pencarian menyusuri sungai, namun hasilnya nihil. Putri tak pernah di temukan..

Yang mengerikan lagi, warga menemukan kuburan korban kecelakaan itu sudah terbongkar tanpa ada jasad di dalamnya.
Setelah hilangnya Putri, tak ada lagi teror kemunculan mayat itu di desa. Warga desa pun menduga-duga. Salah satunya, Mayat itu membawa Putri sebagai tumbal. Namun tak ada satupun yang bisa memastikan kejadian di luar nalar ini.
Kejadian hilangnya Putri dan kemunculan mayat korban kecelakaan itu benar-benar menjadi cerita yang terus diceritakan warga desa sampai berbulan-bulan. Kami pun sudah memasang iklan orang hilang di koran, namun tak ada petunjuk sama sekali.
Suatu ketika, seperti biasa aku menghabiskan siangku bersama Gugun di warung kopi andalan kami. Siaran televisi di warung merupakan hiburan untukku yang sejenak ingin melepas lelah. Tapi saat itu tiba-tiba wajah seseorang di televisi menarik perhatianku.
Seorang pejabat daerah terlihat sedang meresmikan sebuah rumah sakit jiwa di Jawa Timur. Wajahnya benar-benar tidak asing.

“Wan?! Iwan! Mukanya mirip korban kecelakaan yang masuk jurang itu?!” Gugun Juga menyadarinya.
Aku juga mengira mereka hanya mirip, pejabat itu terlihat lebih segar tanpa adanya bekas-bekas kecelakaan. T

idak mungkin orang itu adalah mayat yang menghilang dari desa kami. Tapi saat televisi menyorot tangannya aku mulai merasa yakin bahwa pejabat dareah itu adalah dia.
Satu ruas jarinya hilang.

“Entah kenapa aku yakin itu dia, Gun.” Ucapku.
“Mbahku pernah cerita, kalau ada orang-orang tertentu yang memang tidak bisa mati.
Dia harus cari tumbal sebagai bayaran agar bisa hidup layaknya orang normal,” Gugun mulai dengan hipotesanya.

“Jadi maksudmu, Putri tumbalnya?”
Gugun hanya mengangkat bahunya memberi jawaban yang ambigu.

“Bang Indra? Kopi hitam lagi?” Tiba-tiba ibu penjaga warung buru-buru keluar saat beberapa masuk ke dalam warung.
“Aku kayak biasa, Bu. Temen-temen biar pesan sendiri!” Ucap seorang pria yang berpakaian necis dengan kacamata hitamnya. Tubuhnya terlihat cukup kekar dan teman-temannya terlihat segan padanya.

Ia menoleh ke arahku.
Kupikir ia akan memasang wajah galak, namun sebaliknya ia malah melempar senyumnya duluan sambil bergabung menonton televisi di meja yang berbeda dengan kami.
“Kalau cerita Mbah Ku bener, mungkin yang kamu pengenin bener-bener bisa kejadian, Wan. Bisa tuh kamu jadi pejabat kayak orang itu dengan nyari tumbal!” Gugun Melanjutkan ceritanya.

“Ngawur kamu!?”
“Dibilangin, ngedapetin hal yang besar harus ada pengorbanan yang besar juga!”

Aku memang sudah jenuh hidup susah seperti ini. Aku tak menutup kemungkinan jika sudah putus asa dan apa yang Gugun bilang benar, mungkin aku akan mengambil jalan itu.
Kupikir, aku harus memeriksa mobil bekas kecelakaan itu, siapa tahu aku bisa menemukan petunjuk tentang lelaku pejabat itu.

“Saya sudah, Bu! Kopi satu gorengan dua,” ucapku pada Ibu penjaga warung.
“Tujuh ratus, Mas Iwan.”

Aku membayar dengan uang pas dan pamit kepada Gugun untuk pergi duluan. Namun sebelum sempat keluar tiba-tiba pria bernama Bang Indra itu menangkap lenganku.
“Urungkan niatmu.. Kecuali kau sanggup memakan mayat anggota keluargamu sendiri.”

Baca: Cerita Horor Petaka Part 4

Seketika aku merinding. Bukan karena cengkeramannya yang kuat, namun ada sesuatu dari dirinya yang membuatku benar-benar merasa takut.
“Ba—baik, Bang.” Balasku singkat agar bisa cepat pergi dari tempat ini. Namun saat aku menoleh tangan yang mencengkeramku, aku baru tersadar bahwa jari tangan Bang Indra pun tidak utuh….

***
Selesai
Manusia memiliki hasrat yang kadang sulit untuk dibendung. Kadang berbagai cara dilalui untuk memuaskan hasratnya bahkan dengan cara yang tak bisa dibayangkan oleh akal manusia. Salah satunya dengan menjadi bagian dari Kultus Tanah hitam.
Keberadaan Kultus ini diketahui saat seorang perempuan bernama Riyani yang kaget saat mendengar suara jasad eyangnya yang di berada di api pembakaran jenazah.
Ia sadar bahwa tubuh itu tak bisa hangus jadi abu hingga keluarganya terpaksa terus menyimpan jenazah sang eyang sambil mencari tahu cara memusnahkannya.
Pencariannya menuntun pada kenyataan bahwa mereka terikat dengan kultus tanah hitam yang diisi oleh orang-orang berpengaruh di negeri ini.

Write a comment