Blog Detail

  • Home
  • Cerita Horor Pelet Darah Haid

Cerita Horor Pelet Darah Haid

SlotRaja777 – Pernikahan baru seumur jagung, tapi sudah dihadapkan dengan ujian yang sangat banyak. Itulah yang dirasakan Eni, perempuan berusia 16 tahun yang terpaksa harus menikah dikarenakan hamil duluan.

Saat itu, Eni masih sekolah kelas 2 SMA. Dan Roby kelas 3 SMA. Mereka berpacaran kurang lebih selama satu tahun. Eni berasal dari sebuah keluarga sederhana, ayahnya seorang buruh angkut di pasar, sedangkan ibunya berjualan
sayur keliling.

Sementara Roby dari keluarga yang bisa di bilang berkecukupan. Ayahnya seorang juragan karet, ia mempunyai beberapa hektar kebun karet yang masih aktif dan ia juga membeli karet-karet dari petani karet di daerahnya, untuk kemudian dijual lagi.
Dan ibunya Roby mempunyai usaha toko sembako di depan rumahnya. Roby mempunyai seorang kakak perempuan yang sudah menikah dan tinggal di kalimantan selatan ikut bersama suaminya.
Semenjak menikah dengan Roby, Eni ikut tinggal bersama suaminya di rumah orang tua Roby. Dan selama tinggal di rumah keluarga Roby itu lah, Eni mengalami banyak hal yang tidak mengenakkan.
Mulai dari perlakuan mertuanya yang kasar, sampai sikap suaminya yang seakan tidak peduli padanya.
Namun meski begitu, Eni tetap memilih untuk bertahan. Karena ia tidak ingin perceraiannya akan membuat orang tuanya kecewa untuk yang kedua kali terhadapnya.

_________
“Eni..!!” panggil ibu mertuanya dari arah teras

Eni yang saat itu sedang mencuci piring di dapur lantas bergegas untuk menghampiri ibu mertuanya.

“Oko naray ne? (Ada apa bu?)” tanya Eni dengan suara selembut mungkin

(Ine/inai – ibu/mama)
“Doko itanmu pai akuh nyi bersantai tuh? Laju buatkan Akuh teh susu! (Kamu tidak melihat ya aku yang sedang bersantai ini? Cepat buatkan aku teh susu!)” perintah ibu mertuanya itu tanpa sedikit pun menoleh ke arah Eni.
Mendengar perintah ibu mertuanya itu, Eni langsung kembali ke dapur untuk membuatkan teh susu, minuman kesukaan sang ibu mertua.

Memang setiap pagi ibu mertuanya itu punya kebiasaan bersantai di teras rumah sambil minum teh susu hangat sehabis sarapan.
Dan pagi itu, Eni kelupaan untuk membuatkan teh susu untuk ibu mertuanya dikarenakan pekerjaan di dapur yang sangat banyak.

“Ini ne teh susunya.” kata Eni seraya meletakkan segelas teh susu hangat ke atas meja.
“Habis ini kamu ke rumah amai Reno, ambil daging babi pesananku disana!” ujar ibu mertuanya seraya menyeruput teh susu.

“Tapi saya selesaikan dulu cucian piring di dapur ya ne..”

“Bisa tidak kalau disuruh itu nurut, jangan membantah!”

Eni menunduk, kemudian ia mengangguk.
_______

Setelah pulang dari rumah amai Reno, Eni langsung di semprot lagi oleh mertuanya karena cucian tidak beres.

“Kan tadi saya sudah izin mau menyelesaikan cucian piring dulu ne. Tapi ine sendiri yang bilang jangan membantah kalau disuruh.
Makanya saya langsung pergi ke rumah amai Reno untuk mengambil daging babi ini.” kata Eni pelan

“Harusnya kamu selesaikan dulu cucian piringnya, apalagi yang sudah di sabun begini! Yang ada kalau dibiarkan, bau sabunnya lengket di piring dan gelas! Begini nih kalau punya
menantu tidak berguna! Bisanya cuma makan tidur aja! Dasar sialan!”

Kalau sudah begitu, Eni hanya bisa menunduk sambil menahan air matanya.

Apapun yang Eni lakukan, meskipun sudah benar. Tapi tetap saja salah di mata mertuanya dan ujung-ujungnya Eni tetap akan dimarahi.

__
“Bisa gak sih kamu itu sehari aja jangan buat ibuku marah?!” ujar Roby malam itu

“Aku sudah berusaha Rob, tapi memang pada dasarnya orang tuamu tidak menyukaiku. Makanya apapun yang aku lakukan pasti selalu saja salah.” jawab Eni terisak
“Alah memang kamunya aja yang gak bisa ngambil hati ibuku..”

“Bagaimanapun kerasnya aku berusaha agar disukai orang tuamu, tapi kalau memang pada dasarnya mereka tidak suka aku. Maka sampai kapanpun hasilnya tetap akan sama saja.”
“Coba aja kamu itu kayak Risa. Pasti aku gak akan dimarahi orang tuaku..” ujar Roby seraya memalingkan tubuhnya membelakangi Eni.

“Risa itu pintar, cantik, penurut. Gak kayak kamu yang banyak minusnya
ini. Kalau gak terpaksa juga gak akan aku nikah sama kamu!”

Dada Eni terasa semakin sesak setelah mendengar suaminya membanding-bandingkan ia dan Risa yang merupakan mantan pacar Roby dulu.

“Kalau memang dia yang terbaik, lalu kenapa kalian putus? Kenapa?!”
“Karena dulu aku bodoh, bisa-bisanya naksir sama kamu. Harusnya aku sadar kamu dan Risa itu kayak bumi dan langit! Harusnya dulu aku gak ninggalin dia buat kamu! Atau jangan-jangan dulu kamu pelet aku?!”
Eni ternganga mendengar perkataan suaminya itu.

“Apa? Pelet? Tega-teganya kamu fitnah aku kayak gitu.. Padahal dulu kamu yang ngejar-ngejar aku!”

Roby langsung membalikkan badannya untuk menatap Eni yang terisak.
“Diam!! Aku mau tidur!”

Mendengar bentakan Roby, Eni lantas berusaha untuk menahan isak tangisnya. Lalu Ia mengelus perutnya yang sudah besar. Terasa gerakan halus dari dalam.

________
“Enii..” panggil seseorang dari belakang

Eni menghentikan langkahnya dan langsung menoleh kebelakang, terlihat seorang gadis sebayanya memakai seragam SMA lengkap dengan tas.

“Kamu mau kemana?” tanya gadis itu tersenyum
“Mau beli sayur. Kamu sendiri ngapain disini? Gak sekolah?”

“Aku lagi bolos Ni.”

“Kok bolos? Mau ketemu sama pacar mu ya? Rin, kalau bisa jangan sampai kayak aku yah.” kata Eni seraya mengusap perutnya yang besar.

Rini menghela nafas panjang, kemudian ia mengangguk.

“Halo sayang.. Aku Rini, aku sahabat mama mu dari kecil. Kamu lagi ngapain di dalam?” kata Rini seraya membungkuk di depan perut Eni, membuat Eni tersenyum, namun matanya tampak berkaca-kaca.

“Ni, kamu lagi ada masalah ya?” tanya Rini

Eni menghela nafas panjang, kemudian kepalanya menengadah menatap awan yang tampak kelabu.

“Mungkin ini hukuman dari Tuhan untukku yang sudah berzina, hamil diluar nikah dan pindah agama. Hidupku sekarang tak ubahnya seperti awan itu Rin.” ucap Eni pelan

“Yang sudah berlalu gak perlu kamu sesali, sekarang kamu cukup fokus sama pernikahanmu dan calon bayimu ini. Kalau kamu terus memikirkan kebelakang, kapan kamu bisa bahagia.”
Air mata Eni mulai berjatuhan, dengan cepat Rini merangkulnya dan mengajak sahabatnya itu untuk duduk.

Eni semakin terisak dalam pelukan sahabatnya tersebut.

“Mertuaku gak suka sama aku Rin, apapun yang aku lakukan selalu saja salah dimata mereka. Mereka kasar sama aku Rin.” cerita Eni sesenggukan
“Tapi Roby membela kamu kan Ni?” tanya Rini

Eni menggeleng.

“Dia juga sama Rin, malah semalam dia membanding-bandingkan aku sama Risa. Aku dikatain inilah, aku dikatain itulah. Aku sakit dengernya Rin..”

Rini terdiam, ia mengusap pelan bahu Eni.

“Sialan si Roby!” umpat Rini kesal

“Aku capek Rin, aku bingung harus kayak gimana. Sementara Roby cuma bisa nyalahin aku..”

“Kamu cerai aja kalau gitu Ni. Jangan mau diperlakukan seperti itu sama mereka. Ih, sumpah ya. Aku emosi banget dengernya.”ujar Rini

“Aku sudah melakukan kesalahan Rin, aku juga sudah mengecewakan orang tuaku. Dan aku gak mau orang tuaku semakin kecewa kalau sampai aku dan Roby cerai.”

“Terus kamu mau kayak gini sampai kapan Ni?” tanya Rini

“Aku juga gak tau Rin..” jawab Eni terisak

Rini terdiam, ia tak bisa berkata apa-apa lagi.

Beberapa saat kemudian, Eni beranjak dari duduknya. Kemudian tersenyum pada Rini.

“Aku belanja dulu ya Rin. Pulang ini pasti aku kena marah lagi karena perginya lama.”kata Eni tersenyum

Rini hanya bisa mengangguk, ia berdiri diam dengan mata terus menatap ke arah sahabatnya itu.

________

“Beli sayur dimana kamu hah? Hampir dua jam kamu pergi!” ujar ibu mertuanya kesal

“Maaf ne, tadi antriannya banyak.”

“Alah, alasan kamu aja itu! Dasar lemot gak berguna!”

Eni tak lagi menjawab, ia langsung menyiangi sayuran yang baru dibelinya sambil mendengarkan mertuanya yang terus saja mengomel.

Saat sedang memasak sayur tersebut, tiba-tiba Eni merasakan sakit perut yang luar biasa. Di iringi dengan cairan ketuban yang keluar mengalir di antara kedua kakinya.

“Neee..” teriak Eni memanggil mertuanya sambil menahan rasa sakit pada perutnya.

“Ada apa sih?! Teriak-teriak kayak orang gila!”

Bukannya lekas membantu Eni, ibu mertuanya itu justru masih sempat-sempatnya mengomel karena sayur yang Eni masak sudah gosong.

Dan hari itu, Eni melahirkan dengan di bantu oleh bidan kampung/dukun beranak. Namun sayang, anak Eni tidak selamat, karena terlambat ditangani.

Eni menangis sesenggukan di dekat jenazah bayinya, tak henti-hentinya ia meminta maaf pada jasad bayi mungil tersebut.
Berbeda dengan Roby yang tampak tak peduli sama sekali pada bayi malang itu.

________

Meski dalam suasana berduka dan rasa sakit sehabis melahirkan, Eni masih tetap harus beberes rumah dan mencuci pakaian yang penuh darah setelah persalinannya.

“Dasar jorok! Mencuci bekas darah jangan di rumah! Di sungai sana!” ujar ibu mertuanya

“Tapi saya gak kuat kalau harus ke sungai ne. Untuk berjalan saja rasanya sakit sekali..” ucap Eni memelas meminta belas kasih dari ibu mertuanya tersebut.

“Itu resikomu, makanya kalau malas jangan hamil!”

Akhirnya, mau tak mau. Eni terpaksa pergi ke sungai untuk mencuci pakaian. Walaupun rasanya untuk berjalan saja sakit, tapi ia tetap paksakan juga untuk menuruni tangga lempang menuju ke jamban dengan membawa sekeranjang cucian.

(Tangga lempang adalah tangga yang terbuat dari batang pohon utuh yang setengah bagiannya dibuat menyerupai tangga untuk pijakan kaki.)

Namun saat ia menaiki tangga lempang dengan keranjang berisi cucian basah itu, Eni merasa kakinya seperti tak mampu lagi menopang tubuhnya, hingga akhirnya ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Untung waktu itu air sungai sedang surut, sehingga tubuhnya hanya mendarat di tanah, bukan di air.

Beberapa anak-anak yang saat itu sedang mandi di sungai, langsung berlari menolong Eni. Beberapa lagi berlari ke atas untuk meminta pertolongan orang dewasa.

“Kena kalalah matahari sepertinya kamu ini. Suamimu kemana? Kenapa bukan dia yang mencuci? Istri baru melahirkan kok dibiarkan mencuci ke sungai. Sendirian pula.” ujar salah seorang warga

Dan setelah Eni sudah mendingan, ia pun diantar pulang oleh salah satu orang yang menolongnya itu.

Mertuanya terlihat kaget melihat Eni pulang diantar oleh orang lain, dan tidak hanya itu, mertua serta Roby juga dinasehati oleh orang itu agar tidak membiarkan Eni ke sungai lagi. Karena orang-orang khawatir jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada Eni.

“Bertanggung jawab bukan hanya menikahi perempuan itu Rob, tapi kamu juga harus memastikan dia tetap aman dan bahagia saat berada disampingmu.” ujar orang itu sebelum pergi

Alhasil, setelah orang itu pergi, Eni langsung dimarahi habis-habisan oleh Roby dan mertuanya. Mereka merasa sangat malu dan tersinggung dengan apa yang dikatakan orang tadi.
Eni didiamkan oleh Roby, bahkan ia tidak diperbolehkan untuk makan oleh mertuanya.

Eni hanya bisa menangis di dalam kamar sambil memegangi perut yang terasa lapar. Untung di sore harinya Rini dan ibunya datang ke rumah itu. Rini membawakan serantang makanan yang dititipkan oleh orang tua Eni padanya.

“Tadi ibumu menitipkan makanan ini untuk kamu Ni. Katanya beliau belum bisa kesini jenguk kamu.” kata Rini seraya membukakan rantang berisi makanan itu.

Eni menangis melihat makanan tersebut, ia teringat betapa bahagianya ia dulu waktu masih tinggal bersama orang tuanya.

Ibunya Rini langsung merangkul Eni, diperlakukan seperti itu, tangis Eni semakin kencang.

“Kamu ada masalah ya?” tanya ibunya Rini berbisik, Eni menganggukkan kepalanya.

“Mereka masih tidak baik sama kamu?”tanya ibunya Rini lagi

Eni kembali mengangguk.

“Sebenarnya, ucu kesini juga ada sesuatu hal yang ingin ucu sampaikan ke kamu En.”

(Ucu-tante, bahasa dayak bakumpai)

“Apa itu cu?”

Ibunya Rini mendekatkan mulutnya ke telinga Eni, sesaat kemudian Eni tampak kaget setelah mendengar apa yang dikatakan oleh ibu dari sahabatnya tersebut.

“Saya gak berani cu.” ucap Eni

“Ya kamu pikirkan saja dulu, itu hanya saran. Ucu tidak memaksa. Tapi hanya saja, memangnya, kamu tahan diperlakukan seperti itu terus sama mereka?”

Eni terdiam,

“Ya sudah. Ucu sama Rini pamit pulang dulu ya. Oh iya, kamu jangan lupa makan. Pantangan setelah melahirkan semuanya jangan dilanggar. Jangan telat makan juga ya. Dan minum jamu biar badan segar.”

Eni mengangguk dengan senyum yang dipaksakan.

“Aku pulang dulu ya Ni. Hati-hati kamu, jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, aku selalu siap untuk membantu.” Ucap Rini seraya beranjak

Sepulangnya Rini dan ibunya, ibu mertua Eni langsung marah-marah pada Eni yang sedang memakan makanan titipan ibunya.

“Lain kali jangan ajak orang datang kemari! Aku gak suka orang-orang sembarangan masuk ke rumahku!” Ujar ibu mertuanya marah

“Hamil karena pergaulan bebas aja bangga! Segala minta dijenguk lah, apa lah. Dasar gak tau malu.”

Air mata Eni menetes masuk ke dalam rantang makanan yang ia bawa, makan sambil menangis menahan sesak perasaannya seperti itu benar-benar sangat sakit dan menyiksa.

__________

1 bulan lebih telah berlalu, masa Nifas Eni sudah berhenti. Dan ia pun sudah mulai disuruh untuk memasak lagi.

Saat masa nifasnya kemarin, Eni memang tidak diperbolehkan memasak dengan alasan mertuanya tidak mau memakan makanan masakan Eni yang masih berdarah-darah. Jijik katanya.
Dan selama masa nifasnya itu, mertuanya lah yang memasak, karena itu juga lah Eni hanya kebagian makanan sisa. Itu Pun sudah tak layak makan sebenarnya.

Eni yang saat itu sedang memasak di dapur mendengar ada suara mertuanya yang sedang mengobrol di ruang tengah. Entah siapakah tamu yang datang di pagi hari seperti itu.

“Eniiii !!! Buatkan minuman!” Teriak mertuanya nyaring

Eni menghela nafas, lalu melepaskan pekerjaannya sebentar untuk membuatkan minuman bagi tamu yang datang.

Tapi ketika ia melihat siapa tamu tersebut, raut wajahnya seketika berubah.

Gadis cantik dengan pakaian modis itu tampak duduk sambil mengobrol hangat bersama dengan mertuanya.

Keakraban mertuanya dan gadis itu membuat hati Eni terasa sangat sakit. Bergegas ia meletakkan gelas minuman lalu kemudian kembali ke dapur. Nafasnya sesak memikirkan apa yang baru saja ia lihat.
Risa. Ya, gadis yang bertamu itu adalah Risa, mantan pacar suaminya dulu.

Dan semenjak hari itu, Risa jadi sering datang ke rumah. Bahkan tak jarang Eni melihat Risa dan Roby mengobrol hangat diselingi candaan yang tak pantas.
Karena kedekatan Roby dan Risa itu, Eni kini semakin sering mendapat perlakuan kasar dari Roby. Bahkan lelaki itu juga tak segan-segan untuk memukulnya.

_______

Hari itu, Risa kembali datang ke rumah. Ia dan Roby mengobrol dengan begitu mesra di ruang tengah.

Eni yang melihat itu hanya bisa menangis dalam diam. Ia ingin melarang Roby dekat dengan gadis itu, tapi Eni yakin, kalau ia melarang, Roby pasti akan memukulnya lagi. Seperti yang sudah-sudah.

Bagaimana kalau Roby jatuh cinta lagi pada gadis itu?

Bagaimana kalau dia menceraikan aku?

Apa yang akan aku katakan pada orang tuaku kalau sampai hal itu terjadi?

Eni ketakutan sendiri memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada rumah tangganya.

“Gak, aku gak mau di ceraikan. Aku sudah rela pindah agama cuma untuk Roby. Dan aku gak mau pengorbananku sia-sia. Aku juga gak mau mengecewakan orang tuaku.” Ucap Eni dalam hatinya

Tiba-tiba ia teringat akan saran yang diberikan oleh ibunya Rini. Katanya, kalau ingin rumah tangga awet. Suami jadi penurut dan sayang padanya, caranya adalah memberikan makanan atau minuman yang sudah dicampur dengan darah haid kepada si suami dengan rutin.

Kebetulan saat itu, Eni sedang haid. Waktu yang sangat pas untuk melakukan ritual pirunduk tersebut.

“Aku gak mau diceraikan. Dan ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan rumah tanggaku. Apa salahnya aku coba.” pikir Eni

______

Di keesokan harinya, bermodalkan nekat, pagi-pagi sekali Eni sudah bangun untuk memasak. Tidak lupa ia juga sudah menampung sedikit darah haidnya di dalam wadah. Sengaja hari itu ia memasak nasi kuning untuk sarapan. Aroma rempah nasi kuning yang wangi membuat bau darah haid yang dicampur ke dalam nasi tersebut jadi tersamarkan.

Tidak lupa ia juga mencampurkan beberapa tetes darah haidnya pada masak habang yang masih berada di dalam wajan.

Setelah selesai, barulah Eni menghidangkan makanan itu ke dalam tudung saji.

Perasaannya was-was, takut ketahuan dan juga takut dengan efek samping yang akan ia terima nantinya.

Namun ternyata apa yang ia takutkan itu tidak terjadi.
Mertua dan suaminya tampak makan dengan lahap apa yang Eni masak. Bahkan semua makanan itu habis tak bersisa.

Eni tersenyum puas.

Pada satu minggu pertama.
Perubahan sikap pada mertua dan juga suaminya sudah sangat terlihat. Mertuanya kini seperti takut saat bertatapan dengan Eni. Eni juga perlahan-lahan terbebas dari pekerjaan rumah yang tak pernah ada habisnya itu.

Roby yang semula cuek dan kasar pun kini seperti anak kucing yang penurut pada Eni.

Dan setelah 3 bulan berlalu.
Apapun yang Eni katakan, Roby selalu menuruti. Namun efek pada Roby memang cukup berlebihan mungkin sebab Eni lebih banyak memberikan darah haidnya pada Roby.

Roby sekarang tak ubahnya seperti robot, yang harus selalu disuruh lebih dulu agar melakukan pekerjaannya, ia sama sekali tidak ada inisiatif dan keinginan untuk melakukan apapun. Ia hanya ingin selalu berada di dekat Eni.

“Tolong, lipat pakaian-pakaian ini.. Setelah itu kamu cuci piring.” ujar Eni pada Roby yang tampak duduk diam sambil menatap Eni.

Roby mengangguk, kemudian mulai melipat pakaian-pakaian yang menumpuk di dalam keranjang.

Setelah pekerjaannya selesai, Roby kembali diam untuk menunggu perintah selanjutnya dari Eni.

“Setelah dilipat, masukkan pakaiannya ke dalam lemari.!” perintah Eni

Setelah diperintah seperti itu barulah Roby mulai memasukkan pakaian tersebut ke dalam lemari.

“Kalau sudah selesai, kamu cuci piring ke dapur.”

Roby mengangguk lalu keluar dari kamar.

_________
“Rin, aku merasa Roby yang sekarang itu kaya orang yang berbeda dari Roby yang dulu. Dia terlalu penurut dan apapun harus selalu disuruh dulu. Sekarang dia itu kaya orang bodoh Rin..” kata Eni pada Rini saat sahabatnya tersebut datang mengunjunginya.

“Tapi dia sudah gak pernah kasar-kasar lagi kan sama kamu?”

“Gak sih. Malahan aku yang sering kesal sama dia. Bawaannya tuh emosi terus kalau liat dia kaya orang bodoh gitu Rin.”

“Ya, menurutku sih. Gapapa lah dia kaya orang bodoh gitu daripada dia yang suka kasar sama kamu.. Mmm, orang tuanya gimana sama kamu?”

“Aman sih, tapi efek di orang tuanya itu gak terlalu gimana-gimana, mereka cuma kaya takut aja sama aku. Mau merintah aku pun kaya segan gitu. Ya mungkin karena aku gak terlalu banyak kasih darah haidnya ke mereka kali ya Rin.”

Rini mengangkat bahunya.
Ia menatap Eni yang sekarang wajahnya terlihat kusam, seperti tidak ada lagi cahaya di wajahnya.

“Ni, kamu tau gak efek samping dari pelet darah haid ini?” tanya Rini berbisik

Eni mengangguk.

“Aku sudah basah Rin, jadi nyebur aja sekalian.” jawab Eni pelan

Rini menghela nafas panjang, menatap miris pada sahabatnya itu.

“Kamu jangan sampai kaya aku ya Rin..” ucap Eni

Rini mengangguk, sambil memperlihatkan senyum tipis.

Baca: Cerita Horor Nasi Kuning Cu Ipau

________

Rumah tangga Eni dan Roby masih berjalan baik hingga saat ini. Rumah tangga mereka sangat damai tanpa ada perkelahian di dalamnya.

Eni bertekad, suatu hari nanti, ia pasti akan jujur dan meminta maaf pada suaminya. Terlepas suaminya memaafkan atau tidak, ia akan menerima semua keputusan suaminya. Tapi untuk saat ini, Eni hanya ingin menikmati suasana harmonis di dalam rumah tangganya itu.

____SELESAI____

Write a comment