Blog Detail

  • Home
  • Cerita Horor Rafting Berujung Petaka

Cerita Horor Rafting Berujung Petaka

SlotRaja777 – Disclaimer: Dituturkan oleh narasumber bernama kak Yola. Nama karakter dalam cerita bukan nama sebenarnya. Nama kantor, pengelola rafting dan lokasinya dirahasiakan/disamarkan.
Kami tidak akan berkomentar atas pertanyaan dan juga dugaan kalian para pembaca. Mohon maaf dan terima kasih atas pengertiannya.
Yola tidak menyangka bahwa acara “Employee Fun Gathering” kantor yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi hari yang membuatnya ketakutan bahkan sampai trauma. Hari itu hari Sabtu.
Adalah hari yang seharusnya dinantikan karyawan divisi marketing PT X setelah
sejak sebulan sebelumnya rencana acara sudah diagendakan.
Acara gathering itu sendiri bukanlah acara yang mengajak turut serta keluarga karyawan,
namun benar-benar acara yang bersifat penyegaran,
khusus bagi para karyawan divisi
marketing. Lebih mendekati kegiatan outbond. Agenda acaranya adalah rafting atau
mengarungi jeram sungai.
PT X terletak di sebuah kota yang terdapat banyak perusahaan produksi atau kawasan industri.
Tak pelak hawa yang gerah menjadi jamuan hari-hari mereka. Maka itu dipilihlah lokasi yang berhawa sejuk pegunungan sebagai tujuan kegiatan gathering untuk mengembalikan semangat
kerja mereka.
Rafting dipilih setelah mengadakan semacam dengar pendapat dari para karyawan kemudian
dibahas oleh panitia acara.
Menurut mereka rafting cukup memenuhi semua yang mereka
perlukan yakni keseruan, menantang adrenalin, kesegaran karena bermain dengan air dan
yang tidak kalah penting adalah kerjasama tim.
Kebanyakan karyawan senang atas dipiihnya rafting pada acara gathering itu. Jika ada yang
kurang berkenan itu hanya sebagian kecil saja. Lagi pula akhirnya seluruh karyawan divisi
marketing mendaftar acara itu.
Kecuali Yola, dia memiliki alasan khusus tidak ingin turut menjadi peserta rafting.
Yola berkisah, saat kecil dulu di kampung halamannya dia pernah 2 kali hanyut yang nyaris merenggut nyawanya.
Pertama saat berenang di pantai, lalu yang kedua saat berenang di
waduk. Beruntung buat Yola ia masih diberi kesempatan hidup.
Dahulu Yola tinggal di daerah yang masyarakatnya masih kental mempercayai hal-hal mistis.
Setelah dua kejadian itu seorang ajengan terkemuka di kampungnya berpesan kepada orangtuanya Yola bahwa dirinya terpantang berkegiatan yang terdapat unsur air yang melimpah. Kata si ajengan, itu akan membahayakan jiwa Yola.
Orangtua Yola percaya dan mematuhi pesan si ajengan. Mereka kemudian melarang Yola bermain-main apalagi sampai berenang di laut, sungai, waduk, danau, bahkan jika bisa menghindari di kolam renang sekalipun.
Sampai saat Yola dewasa ia tidak pernah mau jika teman-temannya mengajak kegiatan berenang. Jikapun ikut, paling dia hanya di pinggir kolam melihat sambil menunggui barang-barang temannya yang asyik berenang.
Pada acara gathering kantornya itu, Yola tetap ikut menjadi peserta gathering namun ia kukuh
tidak akan mengikuti raftingnya. Sekedar ingin pergi seru-seruan bersama teman-teman kantornya mencari suasana baru.
Apalagi tempat rafting itu titik mulai perjalanannya di daerah
perbukitan wilayah Jawa Barat yang memang memiliki banyak pegunungan. Hawa daerahnya
juga sudah pasti sejuk.

#
Adalah Sari dan Rida, rekan sesama divisi marketing Yola. Sari terbilang junior Yola. Yola
sudah 7 tahun bekerja di PT X, sedangkan Sari bergabung di PT X di tahun ke 2 sejak Yola diterima bekerja. Rida masih terbilang anak baru. Dia baru masuk PT X sekitar 6 bulan lalu.
Antara Yola, Sari dan Rida bukanlah sebagai teman akrab. Hanya sebatas rekan kerja yang
saling mengenal saja. Jika di kantor hanya bersapa sekedarnya. Meski demikian selama mengenal Rida, Yola menilai bahwa Rida memiliki kepribadian yang supel. Pembawaannya ceria.
Dalam perjalanan menuju ke lokasi rafting di dalam bus wisata yang membawa rombongan
karyawan ada yang berbeda pada Rida. Ia terlihat banyak diam tidak “rame” seperti biasa. Hanya sesekali membalas sapaan dan candaan temannya saja.
Yola semenjak selamat dari kejadian hanyut yang ke 2 kali di waduk dahulu itu menjadi orang
yang tidak sama lagi. Ia seperti memiliki kepekaan batin. Yola kerap berfirasat buruk jika bakal
terjadi peristiwa yang tidak baik.
Meski demikian Yola tidak mendapat kilasan-kilasan penglihatan kejadian di masa yang akan datang layaknya seorang cenayang. Hanya sekedar rasa firasat. Kata mereka yang paham
akan dunia klenik, kemampuan Yola hanya kurang diasah saja.
Sedangkan bagi Yola sendiri ia
sebenarnya tidak menginginkan kondisi kepekaan batin itu. Semacam ada penyangkalan diri.
Di hari itu Yola sebenarnya merasakan sebuah firasat buruk apa yang akan terjadi. Namun Yola
memilih mengabaikan rasa itu.
Dalam benaknya, hari ini adalah hari keceriaan ia hanya ingin
bersenang-senang bersama temannya.
Saat tiba di lokasi rafting maka diadakan pembagian regu perahu karet. Total seluruh peserta 24 orang.
2 yang tidak ikut rafting yakni Yola dan manager divisi marketing. Jadi peserta rafting 22 orang. Tiap perahu memuat 6 orang termasuk pendamping dari pihak pengelola rafting.
Karena tidak ikut, rafting Yola dimintai tolong menjaga barang-barang seperti dompet dan telepon genggam teman-temannya yang ikut.
Entah mengapa, perhatian Yola selalu kepada Sari dan Rida, terlebih kepada Rida. Yola
merasa ada bahaya mengintai Sari dan Rida. Ia hendak melarang keduanya turut dalam cara
rafting, namun ia bingung atas dasar alasan apa melarang mereka.
Akhirnya, lagi-lagi Yola
mengabaikan firasatnya.
Sesuatu yang tidak terdugapun terjadi, Rida pingsan beberapa saat sebelum kelompoknya
menaiki perahu karet. Tim P3K dengan sigap menangani Rida.
Ternyata pingsannya hanya
sebentar saja, dan anehnya Rida kemudian tidak sedikitpun merasa kurang sehat. Ia bersikeras
tetap mengikuti rafting meskipun teman-temannya melarang.
Rafting akhirnya berlangsung dengan baik.
Semua perahu karet tiba di titik akhir rute dengan
selamat. Seluruh peserta juga baik-baik saja tidak kekurangan sesuatu apapun. Dalam hati
Yola merasa bersyukur, ternyata firasat buruknya tidak terbukti.

#
Para peserta rafting terlihat menikmati pengalaman mereka. Mereka saling bercerita
pengalaman seru saat mengarungi jeram sungai. Meskipun grade rafting hanya di tingkat 3 dari
keseluruhannya yakni 6 grade, tetap saja memacu adrenalin.
Bagi peserta rafting pemula grade
3 sudah cukup menantang. Lagi pula inti dari kegiatan karyawan hari itu adalah penyegaran
dan kebersamaan bukan uji nyali dan ketrampilan.
Para peserta kemudian menuju ke ruang bilas untuk membersihkan diri.
Ruang bilas merupakan sebuah ruangan lega yang tedapat pancuran air. Di ruang bilas perempuan ada sedikit kehebohan. Mereka terkejut mengetahui bahwa Sari dan Rida ternyata sedang menstruasi.
Selesai berbilas, seluruh peserta beralih menuju ke restoran di lokasi yang masih bagian dari
pengelola rafting itu. Saat itulah kejadian ganjil terjadi. Rida kembali terkulai tak sadarkan diri,
sedangkan Sari,… ia kerasukan!
Detik-detik Sari kerasukan sungguh tidak diduga sama sekali, bahkan oleh teman-teman dekatnya yang satu meja makan dengannya. Saat sedang menikmati sajian di piring masing-masing sambil bercengkrama tiba-tiba Sari menunduk terdiam. Matanya terpejam.
“Sar..Sar… kenapa lo?”, kata Jojo temannya.sambil menepuk-nepuk samping lengan Sari. Semua perhatian di meja itu tertuju kepadanya. Masih dalam tunduknya pundak Sari terlihat berguncang, kini mulutnya tampak menyeringai. Ia seperti sedang tertawa.
Dan benar, ia memang tertawa, “Hi hi hi hi hi !!”. Suara tawa itu bukan suara Sari yang dikenal teman-temannya. Semua yang di meja itu terkejut setengah mati. Bahkan Jojo sampai berdiri dari bangku dan mundur beberapa langkah saking takutnya.
Lalu Sari menghentikan tawanya. Ia mulai mengangkat wajahnya. Matanya terlihat melotot terbuka lebar. Pandangannya menikam jiwa teman-teman yang ditatapinya,
menciutkan nyali. Satu-persatu temannya ditatap.
Matanya merah seperti orang yang marah. Gerakan menoleh kepala Sari ketika beralih pandangan dari satu orang ke yang lainnya sangat aneh, pelan-pelan bagaikan gerakan lambat atau slow-motion. Yang kemudian terjadi tidak kalah menakutkan, Sari menggeram.
Ia lalu mengangkat piring makannya dengan kedua tangannya kemudian
membantingnya.
Kini semua teman-teman yang semeja dengannya ketakutan setengah mati. Semua berdiri beranjak dari bangku. Selanjutnya terlihat kedua telapak tangan Sari mengepal di atas meja.
Ia lalu berteriak-teriak.
Rekan-rekan lelaki mulai sigap menghampiri meja Sari di mana berada. Beberapa rekan
perempuan lainnya mencoba menyapa Sari dengan cara merangkulnya, namun Sari menepis dengan kasar.
Lalu dicoba lagi dirangkul dari kanan dan kiri Sari, kini Sari merespon dengan meronta. Tenaga Sari yang sedang terasuki itu terlalu kuat bagi rekan-rekan perempuan. Akhirnya beberapa rekan-rekan yang lelaki membantu menahan tubuh Sari yang meronta-ronta itu.
Mereka mencoba menenangkan Sari dengan dibacakan doa-doa. Hal mana terlihat berhasil,
Sari menghentikan rontaannya. Kini ia duduk lagi di kursinya, dengan merasa bingung dan
canggung.
Rida, tiba-tiba saja ia terkulai lemas di bangkunya. Jika saja teman semejanya tidak sigap
menahannya hampir pasti ia terjerembab ke lantai. Rida lalu dibopong teman-temannya dan
ditidurkan ke sofa.
Ia sempat siuman sebentar, lalu teman-temannya memberinya air minum pelan-pelan.
Melihat semua kejadian itu Yola hanya duduk diam terpaku. Jiwanya merasa terguncang, inginnya tidak mempercayai semua peristiwa yang terjadi itu.
Sampai-sampai ia menelpon
suaminya di rumah melalui telepon genggamnya, sambil menangis menuturkan apa yang sedang terjadi. Suaminya berusaha menenangkan Yola. Tak lama kemudian kembali Rida tak sadarkan diri.
Sebelum pulang kembali ke kota asal mereka Rida sempat dibawa ke klinik yang berada terdekat dengan lokasi rafting agar mendapat tindakan medis yang sifatnya pertolongan pertama. Di klinik itu ia siuman namun tak sanggup untuk bangkit, ia merasa sangat lemas.
Saat hari sudah petang bus wisata rombongan gathering kantor Yola akhirnya bergerak kembali pulang. Hanya saja pada perjalanan pulang itu Rida dan seorang teman baiknya tidak turut dalam bus melainkan ikut bersama mobil pribadi manager divisi marketing.
#

Minggu sorenya saat sedang di rumah, Yola mendapat telepon dari teman kerjanya. “Yol,… si
Rida Yol …” kata temannya terbata. “Kenapa Rida?….”, balas tanya Yola. “Rida tadi siang meninggal,” jawab temannya. Yola terkejut setengah mati mendengar kabar itu.
Wajahnya menjadi pias, pucat. “Kenapa yang?”, tanya suaminya cemas melihat istrinya pucat seperti itu. “Temen kantor yang tadi malem aku cerita itu…. meninggal…..” jawab Yola dengan suara pelan nyaris tidak terdengar. Tatapannya menjadi kosong, Yola sangat terpukul.
Yola menangis sesenggukan. Melihat istrinya menangis, suaminya memeluknya. “Seharusnya aku bisa nyelametin dia…..” paparnya gusar sambil menangis.
“Udah yang, istigfar. Udah takdir dari Allah. Doain aja almarhumah supaya mendapat tempat terbaik di sisiNya.” Lagi-lagi suaminya coba menenangkan.
Beberapa saat kemudian telpon genggam Yola kembali berdering. Teman kantornya menghubungi lagi.
Namun kali ini yang mengangkat telpon suaminya. Teman kantor Yola menanyakan apakah Yola akan ikut melayat ke rumah Rida nanti selepas magrib.
Suaminya menyampaikan permohonan maaf bahwa Yola tidak dapat turut serta melayat dikarenakan merasa kurang sehat, tubuhnya demam. Rupanya Yola benar-benar terguncang.
#

Keesokan harinya, Senin, meskipun dengan kondisi yang belum benar-benar sehat Yola
memaksakan tetap masuk kantor. Dikarenakan pada pekan lalu ia terlanjur mengagendakan
presentasi dengan klien nanti setelah jam makan siang.
Pagi itu topik pembicaraan para karyawan kantor adalah seputar kejadian menyeramkan pada
acara gathering divisi marketing dan meninggalnya Rida. Kabarpun beredar dengan cepat, bahwa secara medis penyebab meninggalnya Rida adalah gagal jantung.
Seperti biasa, rutinitas pagi divisi marketing selalu dimulai dengan sesi “morning briefing”. Apabila biasanya morning briefing diisi dengan doa, evaluasi target, arahan manager dan kata-kata motivasi, pagi itu suasananya tidak bergairah.
Diawali dengan doa dan dilanjutkan doa lainnya. Yang dimaksud doa lainnya adalah doa bersama yang ditujukan kepada almarhumah Rida.
Hari Senin pagi itu suasananya menjadi muram. Sari juga terlihat mengikuti morning briefing
dengan seksama. “Mari kita doakan sahabat kita Rida yang kemarin berpulang keharibaan
Allah SWT agar diampuni dosa-dosanya,
diterima segala amal baik perbuatannya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Berdoa dimulai.” demikian kalimat dari manager marketing memimpin doa.
Semua menundukan kepala mendoakan arwah Rida.
Beberapa saat kemudian, manager menyudahi doa bersama. Semua peserta kembali menegakkan kepalanya yang dibarengi dengan kalimat “amin” sambil mengusap telapak tangan ke wajah.
Saat semua sudah menengakkan kepalanya, ternyata ada seseorang yang masih saja tertunduk. Orang itu adalah Sari. Manager memberi tanda menyudahi morning briefing, semua sudah bersiap dengan aktifitas hari itu. Namun aneh, Sari masih saja berdiri mematung dengan tertunduk.
Semua dibuat terheran dengan pemandangan itu. “Sari kenapa?, Sari kenapa?”, demikian
mereka saling bertanya dengan berbisik. Manager akhirnya menyapa Sari, “Mba Sari…, mba Sari…”. Namun yang dipanggil diam saja menunduk.
Seorang rekan yang berdiri dekat dengan Sari memberanikan menyapa Sari sambil menyentuh
lembut lengan kanan Sari, “Sar… Sar…”, sapanya. Kemudian yang terjadi adalah hampir sama pada saat hari Sabtu lalu ketika Sari kerasukan. Pundaknya terlihat berguncang.
Lalu tawa kembali terdengar dari mulut Sari, “Hi hi hi hi hi!…. Hi hi hi hi!”. Kali ini tawanya terdengar berderai lebih panjang dari sewaktu hari Sabtu lalu. Tidak sedikit mereka yang hadir pada morning briefing itu dibuat merinding bulu kuduknya.
Yang terjadi selanjutnya adalah diluar nalar. Tawa yang keluar dari mulut Sari berhenti, berganti
menjadi suara menggeram seperti dengkuran binatang. Seorang bapak petugas sekuruti yang
ada di situ menghampiri Sari. Bapak sekuriti itu sepertinya memahami hal-hal mistis.
Lalu bibirnya terlihat merapalkan kalimat-kalimat, tidak jelas, mungkin doa.
“Siapa kamu!?” tanya bapak sekuriti dengan sedikit membentak. “Hhhh… Kenalkeun! aing
nyai ti sungai X (sosok itu menyebut sungai tempat rafting Sabtu lalu)”, jawab sosok yang merasuki Sari.
Ditanya lagi oleh bapak sekuriti, “apa maksud dan mau kamu?”.
“Aing arek ngabawa deui budak awewe iye ka ditu. Iye budak tos ngotoran tempat ainggg!!
(aku mau bawa lagi anak perempuan ini ke sana. Anak ini udah mengotori tempatku)” hardik sosok yang merasuki Sari lagi sambil menatap si bapak sekuriti dengan bengis.
Lalu si bapak sekuriti melanjutkan doa-doanya, mulutnya terlihat komat-kamit. Kemudian ia
mengarahkan telapak tangannya kepada Sari. Badan si bapak sekuriti seolah memasang kuda-kuda bela diri, kedua kakinya direnggangkan. “Tolong…, cepet pegang mba Sari. Tahan..”,
katanya.

Baca: Cerita Horor Pelet Ayah Mertua

4 orang rekannya memegang dari belakang tubuh Sari, 2 orang lelaki memegang lengan kanan dan kiri sedangkan 2 lainnya perempuan memegang badan Sari. Benar saja, tak lama kemudian Sari meronta-ronta sambil berteriak-teriak.
Bapak sekuriti lalu mendekat, telapak tangan kanannya mencengkram kening Sari. “AAAHHHH!!”, teriakan histeris melengking keluar dari mulut Sari ketika keningnya dicengkram di bapak sekuriti.
Kemudian telapak tangan si bapak sekuriti itu melakukan suatu gerakan yang seolah menarik sesuatu keluar dari kening Sari.
Bersamaan dengan itu tubuh Sari terkulai lemah. Teman-temannya memapahnya. Namun Sari sudah kembali normal seperti sediakala. Akhirnya manager memutuskan Sari hari itu diistirahatkan ke rumah. Sekitar dua jam kemudian ayah Sari menjemput Sari pulang.
Selama menunggu ayah Sari menjemputnya Sari hanya duduk terdiam saja di meja kerjanya. Atas saran si bapak sekuriti tadi meminta agar teman-temannya terus mengajaknya bercakap. Katanya supaya pikirannya tidak kosong guna terhindar dari kerasukan lagi.
Namun Sari lebih banyak diam, wajahnya terlihat pucat dan letih. Sesekali kepalanya terlihat menggeleng kecil yang membuat teman-temannya panik, khawatir kerasukan lagi.
Seorang temannya mengusulkan agar memasang channel Youtube yang melantunkan ayat Kursi secara terus menerus, disetujui oleh lainnya. Saat ayat Kursi diperdengarkan dari telepon genggam salah seorang temannya, respon Sari menunjukkan gestur yang tidak lazim.
Ia seperti hendak menutup telinganya dengan kedua telapak tangannya.

“Coba kalo aku tahu Rida dan Sari hari itu sedang halangan, pasti itu aku jadiin alasan ngelarang mereka ikut rafting,” ucap lirih sesal Yola menyudahi ceritanya.

– S E L E S A I –

Write a comment