Blog Detail

  • Home
  • Cerita Horor Si Tulang Punggung

Cerita Horor Si Tulang Punggung

SlotRaja777 – Arfin merupakan seorang pemuda berusia 16 tahun yang duduk di bangku kelas 1 SMA.
Ia merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, Anak nomor dua masih berusia 14 tahun, sementara anak yang bungsu baru berusia 9 tahun.
Meski bukan dari keluarga berada, tapi ayah dan ibunya selalu berusaha untuk menyekolahkan ketiga anak laki-laki mereka tersebut hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Hanya saja hubungan Arfin dan adik-adiknya tidak terlalu dekat, meski tinggal di rumah yang sama, ketiganya jarang terlibat obrolan. Tidak seperti saudara-saudara lain di luar sana yang akrab antara satu sama lain.
Bukan tanpa alasan Arfin tidak dekat dengan kedua adiknya itu. Karena menurut Arfin, selama ini orang tuanya hanya mengutamakan kedua adiknya saja. Mulai dari makanan, pakaian, mainan dll.
Sementara Arfin dituntut oleh orang tuanya harus selalu mengalah dengan kedua adiknya. Dan lagi kata orang tuanya Arfin yang merupakan anak sulung itu,
harus jadi contoh yang baik untuk kedua adiknya, jadi walaupun adiknya berbuat salah, Arfin harus berlapang dada untuk memaafkan.
Kadang Arfin kesal, marah, dan iri dengan kedua adiknya jika mereka dibelikan barang baru lebih dulu, atau saat pembagian makanan, contoh sederhananya setiap pulang kerja,
ayahnya selalu membeli terang bulan/martabak manis untuk mereka, kedua adiknya selalu dapat bagian tengah yang full dengan isian. Sementara Arfin selalu diberikan bagian pinggir yang isian nya tidak sebanyak bagian tengah.
Atau ketika ayahnya membelikan nasi goreng untuk mereka bertiga, kedua adiknya pasti dapat bagian telur dadar. Sementara Arfin hanya kebagian nasinya saja itupun kadang bagiannya masih diminta oleh kedua adiknya.
Pernah juga saat masih di SMP Arfin ingin meminta uang untuk membeli kamus seharga 100 ribu (kurang lebih). Namun orang tuanya tidak memberikan uang itu dengan alasan kalau mereka ada keperluan mendadak.
Tapi ternyata 2 hari setelahnya, Arfin melihat kedua adiknya pamer sepatu baru, yang dari merknya Arfin bisa memperkirakan harga sepasang sepatu itu berkisar antara 100-200 ribuan kurang lebih.
Arfin ingat sekali, waktu itu ia langsung marah pada orang tuanya. Tapi jawaban dari orang tuanya benar-benar membuat Arfin sakit hati.

“Fin, kamu kan tau sepatu adik-adikmu itu sudah rusak. Dan kami sudah dari lama merencanakan untuk membelikan sepatu itu.
Kalau masalah kamus, kamu kan tidak terlalu butuh nak, kamu bisa pinjam dan menyalin dari teman-temanmu.” Kata ibunya waktu itu

“Tapi sepatuku juga sudah rusak bu, bagian bawahnya sudah tipis dan bagian jempolnya sudah berlubang..” Isak Arfin
“Itu karena kamu suka menyeret kaki kalau berjalan. Coba kalau kamu berjalan dengan cara yang normal, sepatumu gak akan cepat rusak.”
“Ibu sama bapak selalu begitu. Apapun yang aku mau tidak pernah dituruti, tapi kalau adik, tanpa mereka minta pun, ibu sama bapak pasti selalu mengusahakannya.

Memangnya aku ini anak siapa? Apa aku ini hanya anak pungut di keluarga ini??” Ujar Arfin dengan isak tangis yang semakin nyaring.

____
Hingga akhirnya Arfin terbiasa dengan perlakuan pilih kasih dari orang tuanya, meskipun kadang-kadang ia masih sering merasakan sakit hati atau iri pada adik-adiknya, namun Arfin memilih untuk menyembunyikan perasaan tersebut dan meluapkannya dengan tangisan saat ia sendirian.
Hingga akhirnya Arfin terbiasa dengan perlakuan pilih kasih dari orang tuanya, meskipun kadang-kadang ia masih sering merasakan sakit hati atau iri pada adik-adiknya, namun Arfin memilih untuk menyembunyikan perasaan tersebut dan meluapkannya dengan tangisan saat ia sendirian.
Arfin tidak dendam, hanya saja ia memilih untuk tidak ingin terlalu akrab dengan adik-adiknya. Karena baginya, sangat menyakitkan mendengar cerita pamer dari kedua adiknya yang selalu diberikan kasih sayang lebih dari orang tua mereka.

_________
Hari itu berjalan seperti biasa bagi Arfin. Ia memulai hari dengan mengambil dagangan titipan tetangganya sebelum berangkat ke sekolah. Dengan menjual barang-barang tersebut, Arfin mengumpulkan uang saku yang kemudian ditabungnya untuk kuliah.
Dagangan yang Arfin bawa, berbeda-beda setiap harinya, kadang ia membawa risol, donat, gorengan, nasi goreng dan mie goreng. Pulang sekolah, biasanya Arfin membuat tas rajut. Dan tas rajut itu ia tawarkan kepada teman-teman maupun tetangga sekitar rumahnya,
tas rajut buatan Arfin cukup digemari dan laris di kalangan anak-anak maupun orang dewasa. Di malam hari barulah ia belajar untuk sekolahnya, kegiatan Arfin memang terbilang cukup padat untuk anak sebayanya. Namun meski begitu Arfin sangat senang menjalani pekerjaan sambilannya tersebut.

Akan tetapi, kehidupan Arfin berubah drastis ketika ia baru saja naik ke kelas dua SMA. Saat itu, Arfin yang baru saja pulang sekolah, terlebih dulu mampir ke rumah tetangganya guna menyetorkan uang hasil dagangan di sekolah pagi tadi. Dan saat sedang berbincang membahas dagangan apa yang akan dibawa besok, tiba-tiba Arfin dikagetkan oleh orang-orang yang beramai-ramai ke rumahnya.

Jantung Arfin berdetak tak karuan saat ia melihat orang-orang yang tampaknya tengah menggotong sesosok tubuh.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Arfin langsung berlari ke arah rumahnya.

Nafas Arfin semakin memburu ketika ia melihat tubuh yang tadi di gotong orang-orang masuk kedalam rumahnya ternyata tak lain adalah sang ayah.

Arfin merasa kakinya seketika lemas, seakan tak lagi mampu menahan beban tubuhnya. Arfin jatuh terduduk, matanya mulai berkaca-kaca.

___________

Ayah Arfin yang kini menderita stroke itu akhirnya terpaksa harus berhenti bekerja. Dan karena sudah tidak ada yang bekerja, keadaan ekonomi keluarga Arfin pun berantakan.

Melihat keadaan keluarganya seperti itu, tentu saja membuat Arfin tidak tinggal diam, ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan. Namun sebelum ia mengutarakan niatnya tersebut, ibunya terlebih dulu mengatakan : Fin, apa kamu yakin ingin terus lanjut sekolah? Kalau saran ibu, lebih baik kamu berhenti sekolah lalu cari kerja. Karena di keluarga kita ini, cuma kamu anak yang paling besar dan paling bisa diandalkan. Kamu tau kan Fin, apa yang sudah terjadi pada keluarga kita? Terlebih lagi dengan keadaan bapakmu yang seperti itu, ibu tidak bisa meninggalkannya untuk bekerja Fin.” kata ibunya

“Aku juga sebenarnya mau berhenti sekolah bu, aku mau kerja mau bantu keluarga..” ucap Arfin lirih

Ibunya mengangguk, dengan tatapan sedih ia memandangi putranya itu.

“Terima kasih banyak nak.. Terima kasih banyak..”
“Ini sudah kewajibanku sebagai anak paling tua di keluarga ini bu. Ibu tenang saja ya bu, secepatnya aku pasti akan mendapatkan pekerjaan. Oh iya bu, ini aku juga ada simpanan, selama ini uang upah dari hasil menjualkan dagangan milik mama Lisa ke sekolahku, aku tabung bu. Rencananya ini tabungan buat kuliah. Tapi sekarang keluarga kita lebih membutuhkannya, dan aku juga akan berhenti sekolah, jadi ini uang sudah tidak ada gunanya untuk aku simpan.” kata Arfin seraya menyerahkan amplop yang cukup tebal pada ibunya.

“Terima kasih banyak Fin.. Kamu memang anak yang paling bisa diandalkan.”

Arfin tersenyum kecut.

Keesokan harinya, setelah berpamitan pada sang ibu, Arfin pun berangkat ke kota untuk mencari pekerjaan.

Singkatnya, Arfin diterima di sebuah toko sandal yang berada di pasar tradisional yang sangat terkenal kalimantan selatan.

Akan tetapi tak berselang lama Arfin bekerja di toko tersebut, ia berhenti karena tidak tahan dengan perlakuan salah satu teman kerjanya. Kemudian Arfin bekerja lagi di sebuah warung makan, tapi sama seperti sebelumnya, Arfin lagi-lagi berhenti dari pekerjaannya. Namun kali ini bukan karena ribut dengan teman kerja, melainkan karena Arfin mendapatkan tawaran pekerjaan di pabrik kerupuk yang upahnya jauh lebih besar dari upahnya bekerja di warung makan.

Dan hari itu, diantar oleh orang yang menawarkan pekerjaan tersebut, Arfin pun berangkat ke rumah calon bosnya yang masih berada di kota yang sama. Menurut cerita dari orang itu, calon bos Arfin ini memang punya istri simpanan di kalimantan. Jadi bila sedang ke kalimantan, dia pasti tinggal di tempat istri simpanannya.

Seorang lelaki berusia 37 tahunan memakai kemeja kotak-kotak berwarna denim, tampak duduk di sofa berwarna merah di hadapan Arfin.

Rambutnya rapi, wajahnya pun terlihat lembut.

“Kamu mau melamar kerja?” tanya si lelaki

“Iya pak. Saya bisa kerja apa saja pak.”

Lelaki itu mengangguk,

“Usiamu berapa?”

“17 tahun pak.”

“Weton mu apa?”

“Saya kurang tau pak. Kami tidak tahu menahu soal itu. Mendengarnya saja saya baru kali ini.” jawab Arfin

“Kalau begitu, apa kamu bawa kartu keluarga?”

“Ada pak, tapi cuma fotocopy..”

“Iya tidak apa-apa. Sini saya lihat dulu.”

Tanpa ragu, Arfin lantas menyerahkan KK yang ia bawa. Setelah menerima KK Arfin, laki-laki itu langsung masuk ke dalam sebuah ruangan. Cukup lama Arfin menunggunya, hingga akhirnya orang itu keluar lagi sambil tersenyum.

“Kamu diterima. Gajinya perbulan 4 juta. Setelah 3 bulan, gajimu akan dinaikkan lagi sesuai dengan pekerjaanmu, kalau pekerjaanmu bagus, maka gajinya akan semakin tinggi. Untuk pekerjaannya, kamu akan saya tempatkan di bagian pengemasan. Di sana kami juga menyediakan tempat tinggal, dan makan pun sudah dijamin. Bagaimana?”

Dengan cepat Arfin mengangguk. Ia setuju untuk bekerja di pabrik kerupuk milik keluarga laki-laki tersebut. Kita sebut saja namanya pak Jaya.

“Baiklah kalau begitu, 2 hari lagi kita akan berangkat. Usahakan sebelum keberangkatan, kamu sudah harus disini.” ujar pak Jaya

“Baik pak. Tapi ongkosnya bagaimana pak?”

“Kamu tenang saja, ongkos pulang pergi akan saya biayai.”

“Terima kasih banyak pak.”

_______

Sepulangnya dari rumah pak Jaya, Arfin langsung meminta izin pada orang tuanya.

“Kejauhan fin..” ujar ibunya melarang

“Tapi gajinya besar bu. Dan lagi ongkosnya semua di tanggung mereka, makan, minum dan tempat tinggal disediakan bu. Jadi gaji itu bersih. Pokoknya aku mau kerja disana.” ujar Arfin

“Lalu cara kamu mengirim uang untuk kami bagaimana?” tanya Ibunya

“Gampang lah itu nanti bu. Uang nya pasti Arfin kirimkan.”

“Ya sudahlah terserah kamu saja. Yang penting kamu jangan sampai lupa sama kami yang di rumah.”

“Iya bu. Arfin tidak akan lupa. Arfin kerja pun juga untuk bantu keluarga kita. Bukan untuk senang-senang.”

______________

Sehari lebih awal, Arfin sudah berada di rumah pak Jaya. Ia terlihat sangat bersemangat untuk bekerja, berkali-kali ia mengucap syukur karena sudah mendapatkan pekerjaan
Bahkan saat berada di pesawat pun, tak henti-hentinya Arfin mengucap syukur, karena itu merupakan pengalaman pertamanya naik pesawat.

Singkatnya, setelah melewati perjalanan panjang dari kalimantan, mereka akhirnya tiba di bandara tujuan di pulau jawa. Terlebih dulu mereka ke rumah pak Jaya, lalu dari rumah pak Jaya itu, barulah Arfin diantar ke rumah yang memang di khusus kan untuk tempat tinggal karyawan.

“Ini kamar yang akan kamu tempati selama kamu bekerja disini, itu ada rak untuk tempat pakaian. Kamar mandinya ada di belakang. Oh iya, kenalkan ini namanya Adi, dia salah satu karyawan yang paling lama kerja di pabrik, dan dia ini juga tinggal disini. Besok dia yang akan menjelaskan dan mengajari semuanya sama kamu ya. Sekarang kamu istirahat saja dulu.” ujar pak Jaya, karena memang saat itu sudah larut malam.

Arfin mengangguk, ia lalu masuk kedalam kamar. Sebelum beristirahat, terlebih dulu Arfin membersihkan kasurnya yang tampak berdebu.

Saat berbaring, bau apek tercium dari bantal yang ia gunakan. Seketika Arfin memindahkan bantal tersebut ke lantai. Namun, bau apek tak juga hilang. Mungkin bau itu berasal dari sprei dan kasur yang entah sudah berapa lama tak digunakan.

“Gapapa, besok kasur dan bantalnya ku jemur saja, pasti baunya hilang.” gumam Arfin, lalu mencoba memejamkan matanya.

______

Keesokan harinya, sekitar jam 6 pagi Arfin di bangunkan oleh Adi, Arfin di suruh untuk langsung mandi dan berpakaian. Sementara Adi menunggunya di teras depan.

Kamar mandi rumah tersebut berupa bangunan terpisah yang berlokasi di bagian belakang, berjarak sekitar 1 meter dari bangunan utama. Di samping kamar mandi itu hanya lahan kosong yang diberi pagar dari bambu. Suasana di tempat itu sangat asri. Namun Arfin yang tergesa-gesa karena sudah di tunggu oleh Adi tak sempat untuk melihat-lihat sekeliling rumah tersebut.

“Maaf membuat kang Adi menunggu.”

“Panggil mas Adi, saja.”ujar Adi dengan senyum kecil tersungging di bibirnya.

“Oh iya mas. Maaf.”

“Ya sudah, ayo kita berangkat.” ajak Adi

“Mas, ada berapa karyawan yang tinggal di rumah itu?” tanya Arfin seraya berusaha mengimbangi langkah Adi yang cukup cepat.

“Dulu aku cuma sendiri, sekarang jadi berdua sama kamu. Kalau yang lain pulang ke rumahnya masing-masing, karena karyawannya kan banyak orang sini.”

Arfin mengangguk.

“Kalau mas Adi sendiri, bukan asli sini juga?”

“Bukan, aku aslinya dari kecamatan sebelah. Pulang cuma sesekali kalau dapat libur tambahan.” jawab Adi masih dengan bibir tersenyum.

Hening tak ada lagi obrolan. Hanya suara langkah mereka yang terdengar beriringan.

“Itu tempat kerja kita ya mas?” tanya Arfin menunjuk ke arah bangunan yang sudah ramai dengan orang beraktivitas.

“Iya. Ayo aku kenalkan sama karyawan yang lain.” ajak Adi seraya menepuk pelan bahu Arfin.

Karyawan di situ kebanyakan berusia 30an ke atas. Tapi menurut Arfin, karyawan disana baik-baik. Baru kenal sehari saja Arfin sudah mulai akrab dengan karyawan-karyawan pabrik kerupuk itu. Saat jam makan siang, mereka berkumpul dan bercerita tentang perjalanan hidup masing-masing.
Saat bekerja pun mereka masih sempat bercanda satu sama lain.
Meski baru satu hari, namun Arfin sudah merasa mendapat keluarga baru di tempat kerjanya itu.

“Fin, hati-hati yo..” ujar mbak Nik saat mereka bersiap-siap untuk pulang.

“Hati-hati kenapa mbak?” tanya Arfin polos

“Rumah itu ada demite.” kata mbak Nik pelan

“Apa itu mbak?” tanya Arfin

“Bukan apa-apa Fin, mbak Nik cuma bercanda. Jangan dipikirkan.” potong Adi cepat, lalu segera merangkul bahu Arfin untuk menjauh dari mbak Nik.

Setelah beberapa saat berjalan, tiba-tiba Arfin teringat akan bantal dan kasurnya yang tadi pagi tidak sempat ia jemur.

“Astaga mas, aku lupa..” ujar Arfin

“Lupa apa, Fin?” tanya Adi

“Bantal dan kasur ku bau apek mas, sebenarnya tadi pagi mau aku jemur. Tapi kelupaan.”

“Bau lagi ya?” tanya Adi

Alis mata Arfin tampak mengernyit mendengar pertanyaan Adi.
“Anu, sebenarnya spreinya sudah aku ganti, bantal dan kasurnya juga sudah ku jemur sehari sebelum kamu datang itu.” ujar Adi meralat perkataannya

“Mungkin karena lama tidak dipakai mas, makanya baunya masih nempel walau sudah di jemur.” kata Arfin

“Mungkin harus dijemur lagi Fin.”

Krieeettt.. Terdengar suara derit pintu yang terbuka perlahan.

“Aku mandi duluan ya Fin. Sudah gerah soalnya.” ujar Adi melangkah masuk kedalam rumah.

“Iya mas, silahkan.”

Arfin masuk kedalam kamarnya untuk mengambil handuk dan baju bersih, lalu setelahnya ia berjalan ke arah dapur menunggu Adi sampai selesai mandi.

“Fin, ini sisa pewangi ku, kamu bisa pakai untuk di oles ke bantal dan kasur mu.” ujar Adi yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Oh iya mas. Terima kasih banyak mas.”

“Iya. Aku masuk duluan ya.. Atau kamu mau aku tungguin?”

“Tidak usah mas, aku berani sendiri.” ujar Arfin sambil tertawa kecil

Adi mengangguk, lalu masuk meninggalkan Arfin seorang diri.

Saat Arfin menyabuni tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara nyanyian seorang perempuan dari depan pintu kamar mandi.

“Masih ada orang di dalam.” ujar Arfin yang mengira orang itu ingin masuk ke dalam kamar mandi.

Tak ada jawaban, namun suara nyanyian masih terdengar. Arfin tidak tahu lagu itu, karena liriknya full menggunakan bahasa jawa.

Karena merasa orang yang sedang menyanyi itu ingin menggunakan kamar mandi juga, akhirnya Arfin pun bergegas menyelesaikan mandinya.

Setelah memakai pakaian bersih, Arfin lantas keluar dari kamar mandi. Namun ia cukup keheranan karena tidak menemukan siapapun diluar.

“Tidak ada siapa-siapa.” gumam Arfin setelah menoleh ke kiri dan kanan.

Suara nyanyian itu pun juga sudah tidak terdengar lagi.

“Fin..” panggil Adi dari arah pintu dapur
“Iya mas..” jawab Arfin seraya bergegas menghampiri Adi.

“Kamu mau mie?” tanya Adi setelah Arfin berada di dekatnya.

“Boleh mas.. Sini biar aku yang masak.”

“Biar aku saja, Fin. Kamu urus bantal dan kasur mu dulu, biar nanti enak tidurnya.”

“Baik mas, kalau begitu aku ke kamar dulu ya.”

Setibanya di kamar, Arfin langsung membuka bungkus pewangi yang diberikan Adi. Ia menuangkan sedikit cairan pewangi itu pada tangannya lalu mengoleskannya merata ke permukaan bantal dan kasur. Membuat aroma harum dari pewangi itu memenuhi ruangan kamar tersebut.

Arfin menghirup aroma harum itu dengan bibir yang tersenyum.

“Bau nya sudah hilang.” ucap Arfin

Setelah selesai, Arfin pun keluar dari kamar. Ia berjalan menuju ke dapur untuk membantu Adi memasak mie.

“Gimana? Baunya sudah hilang?” tanya Adi

“Sudah mas. Terima kasih pewanginya ya mas. Pewangi yang mas Adi berikan itu sangat membantu.”

“Ya syukurlah kalau begitu.” ucap Adi seraya memasukkan mie ke dalam mangkok.

“Oh iya mas. Aku mau tanya.”

“Silahkan,Fin.”

“Sebelum aku datang, yang menempati kamar itu siapa mas?” tanya Arfin sambil membantu Adi mengaduk mie.

“Kamar itu sudah kosong beberapa bulan terakhir, Fin. Karyawan sebelumnya memilih tidur di kamar yang di depan itu.”

“Oh..”

Dalam hati Arfin berkata, pantas bau apek, kalau sudah lama tidak ditempati.

“Ini makan dulu mie nya.”

“Iya mas, terima kasih.”

Mereka berdua lalu makan sambil mengobrol.

“Mas, kenapa karyawan itu tidak tinggal di rumah ini lagi?” tanya Arfin

“2 minggu lalu dia mengalami kecelakaan, Fin. Ketika pulang dari pabrik kerupuk. Kebetulan waktu itu dia baru dapat libur, dan mau langsung pulang ke rumahnya.”

Arfin menghentikan makannya, dan menatap Adi dengan rasa penasaran.

“Dia tidak meninggal kan mas?”

“Dia meninggal dunia di tempat kejadian, Fin. Ditabrak oleh pengendara lain dari belakang. Dari keterangan pengendara itu, dia tidak melihat kalau ada orang di depannya.”

“Aku duluan masuk kamar ya, Fin. Sudah ngantuk.” ujar Adi seraya meletakkan mangkuk kosongnya di atas meja.

Arfin hanya mengangguk. Lalu bergegas ia menghabiskan makanannya.

Setibanya di dalam kamar, Arfin lantas merebahkan tubuhnya di atas kasur. Namun bau apek lagi-lagi muncul dan mengganggu indra penciumannya.

“Kenapa masih bau, sih.? Padahal tadi sudah dikasih wangi..” keluh Arfin sembari bangun dari kasurnya. Ia menutupi bantal tersebut dengan sarung, berusaha menghilangkan bau apek yang mengganggu.

Setelahnya, Arfin kembali merebahkan tubuh. Tanpa waktu lama, Arfin lalu tertidur.

_________

Hari-hari berlalu, tanpa terasa 1 minggu sudah Arfin bekerja di pabrik kerupuk tersebut.

Dalam waktu satu minggu itu, Arfin sudah sangat akrab dengan karyawan-karyawan lain disana.
Apalagi dengan Adi, Arfin sudah menganggap lelaki itu seperti kakaknya sendiri.

“Fin, malam ini kita beli makan di luar saja ya, mumpung aku punya uang. Nanti aku yang bayar.” ujar Adi saat mereka berdua dalam perjalanan pulang dari pabrik.

“Wah, makasih banyak mas. Mas Adi baik sekali.”

Adi tersenyum.

“Sambil itu, aku mau ajak kamu jalan-jalan, Fin. Siapa tau kamu terpincut gadis Jawa. Pulangnya, kamu bawa istri. Keren kan, pasti bangga orang tuamu.” ujar Adi

Arfin menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah.

“haha..” Adi tergelak dalam tawanya, membuat Arfin tersenyum malu-malu.

Sesampainya di rumah, seperti biasa, Adi mandi lebih dulu. Sementara Arfin menunggu di pintu dapur dengan setia.

Tidak lama, Adi keluar dengan rambut yang basah.

Setelah Adi masuk kedalam rumah, Arfin pun lantas masuk kedalam kamar mandi.

Ia mandi sambil bersiul dan sesekali bersenandung lagu banjar.

“Sudah lawas hati batagur.. 🎶 Amun aku tatap badiam… kumarasa hati dandaman karindangan wan urang subarang…”

Braaaakkk… nyanyian Arfin terhenti kala ia mendengar suara benda jatuh menimpa atap kamar mandi tersebut.

“Mas Adi?? Itu kamu ya mas??” teriak Arfin khawatir
Tak ada jawaban. Namun tiba-tiba, suara ketukan terdengar dari pintu kamar mandi itu.

“Siapa?” tanya Arfin

Tok tok..

“Siapaa?” tanya Arfin dengan suara lebih keras.

Tapi lagi-lagi tak ada jawaban, hanya suara ketukan yang terdengar dengan ritme yang jauh lebih cepat.

Arfin menelan ludahnya, bulu kuduknya berdiri dan ia mulai merasa ketakutan.

Krek..! Arfin memutuskan untuk membuka pintu, namun ternyata tidak ada siapapun di luar kamar mandi tersebut.

Akhirnya karena merasa takut, Arfin pun menyelesaikan mandinya dengan pintu yang terbuka.

Setelah selesai mandi, Arfin lantas berlari masuk ke dalam rumah. Tapi baru selangkah saja ia masuk, raut wajah Arfin langsung berubah kaget saat melihat seorang laki-laki berdiri mematung di depan kompor. Arfin tahu itu bukan Adi, karena dari potongan rambutnya saja sudah berbeda.

Baru ingin bertanya, tiba-tiba terdengar suara Adi yang sepertinya sedang mengusir kucing, fokus Arfin teralihkan sebentar. Akan tetapi saat Arfin kembali menoleh ke arah laki-laki misterius yang tadi berdiri di depan kompor, rupanya laki-laki itu sudah menghilang.

Arfin langsung berlari menghampiri Adi yang masih berusaha untuk mengusir seekor kucing dari bawah dipan.

“Mas..” panggil Arfin

“Bantu aku usir kucing ini, Fin. Kucing ini membawa tikus.” ujar Adi tanpa menoleh ke arah Arfin.

Arfin lantas membantu Adi untuk mengusir kucing tersebut dari bawah dipan.

Miaaauuwww…

Setelah berhasil ditangkap oleh Arfin dan Adi, kucing itu akhirnya dikeluarkan.

“Kamu sudah siap?” tanya Adi pada Arfin

“Sudah mas.”

“Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang.” ajak Adi

Mereka berdua pergi menggunakan motor supra milik Adi.

Setelah beberapa saat, Adi pun menghentikan motornya di dekat sebuah warung tenda.

“Kamu bisa makan ikan lele?” tanya Adi

“Bisa mas.” jawab Arfin

Mendengar jawaban Arfin itu, Adi pun lantas memesan 2 porsi pecel lele dan 2 gelas minuman.
Sambil menunggu hidangan disajikan, mata Arfin tampak sibuk melihat-lihat di sekeliling tempat itu.

“Fin, setelah makan, nanti kita jalan-jalan ya..” ujar Adi

“Iya mas..”

Singkatnya malam itu setelah makan, Adi dan Arfin pun berjalan-jalan menikmati suasana kota tersebut. Sekitar pukul 10 malam, keduanya pulang.

Arfin tidur lebih dulu, sementara Adi masak mie instan di dapur.

Arfin bermimpi didatangi seorang laki-laki berusia 25 tahunan. Laki-laki itu berdiri diam di sudut kamar memperhatikan Arfin. Wajahnya pucat dan tampak tidak sehat. Namun saat Arfin mencoba mendekatinya, Arfin langsung terbangun.

“Pasti gara-gara aku kepikiran orang itu.” gumam Arfin sambil mengingat lelaki misterius yang sempat ia lihat sehabis mandi.

Setelah perasaannya cukup tenang, Arfin pun kembali memejamkan matanya.

__________

“Mas Adi…”

“Ya?”

“Kemarin waktu aku baru selesai mandi itu mas, aku melihat ada orang berdiri di depan kompor kita. Mas Adi tau siapa dia?” tanya Arfin penasaran

Adi mengerutkan alisnya, dan menatap Arfin bingung.

“Gak tau, Fin. Kemarin tidak ada yang datang ke rumah. Mungkin itu kamu salah lihat.”

“Masa sih mas aku salah lihat.. Tapi mungkin aku memang salah lihat. Karena saat aku menoleh lagi, orang itu sudah tidak ada.”

“Iya, kamu pasti salah lihat.”

__________

Beberapa hari berlalu.

“Fin, Aku dapat libur 2 hari. Jadi malam ini, aku mau pulang ke rumahku. Kamu gapapa kan sendirian?” ujar Adi pada Arfin yang sedang makan siang bersama mbak Nik.

“Gapapa mas..” jawab Arfin sambil tersenyum

“Kalau gak berani, mending kamu nginep di rumah ku saja, Fin.” ujar mbak Nik menawarkan

“Gapapa mbak, aku berani kok sendirian. Mas Adi kan juga pernah tinggal sendirian di rumah itu sebelum aku datang.”

“Iya. Rumah itu aman. Tidak ada apa-apa.” ujar Adi

“Mas Adi itu beda, Fin.”

“Beda apa nya mbak?”

“Beda umurnya, aku kan lebih tua dari kamu.” ujar Adi menimpali

Lalu mereka tertawa.

Tak terasa, jam pulang kerja sudah tiba. Arfin dan Adi pulang bersama-sama.

“Aku pulang dulu ya, Fin..” ujar Adi setelah membereskan barang bawaannya.

“Iya mas. Hati-hati ya.”

Adi mengangguk, ia berjalan keluar rumah dengan tas di tangannya.

“Kalau mau keluar, jangan lupa pintunya dikunci.” pesan Adi sebelum pergi.

Arfin mengangguk, lalu setelah Adi pergi. Arfin pun masuk kembali kedalam rumah.

Ia bersiap-siap untuk mandi.

Saat sedang mandi, Arfin menghibur dirinya sambil menyanyikan lagu-lagu kesukaannya.

Namun tidak disangka, dari luar kamar mandi, terdengar suara seorang perempuan yang juga mengikuti nyanyiannya.

Suara perempuan itu pelan namun tajam.

Setelah mendengar suara itu, Arfin langsung menghentikan aktivitas mandinya. Tapi ketika Arfin diam, perempuan itu juga diam.

Rasa gelisah dan takut mulai Arfin rasakan. Arfin langsung menutup mulutnya begitu mendengar suara krat krat di pintu. Suara itu seperti suara kuku yang digaruk ke pintu.

“Ojo wedi, aku mung arep ketemu kowe.” ujar suara itu pelan, namun cukup membuat Arfin merinding.

Tidak lama kemudian, suara garukan kuku pada pintu itu menghilang. Hening, perlahan-lahan Arfin membuka pintu kamar mandi tersebut, ia cukup lega karena tidak ada siapa-siapa di luar sana.

Akhirnya pintu kamar mandi tersebut, Arfin biarkan terbuka, sementara ia melanjutkan mandinya.

Baru satu gayung air membasahi tubuhnya, ketika tiba-tiba saja di depan pintu muncul sosok perempuan dengan rambut panjang tergerai, mengenakan kebaya berwarna hitam dengan selendang warna hijau melilit di pinggangnya. Matanya menatap tajam pada Arfin, dan bibirnya tampak menyunggingkan senyum misterius.

Nafas Arfin seakan terhenti, jantungnya berdegup kencang. Perasaan kaget dan takut menjadi satu.

“Aaaaaaaa… toloooooong!!!!” teriak Arfin seraya menutup wajahnya dengan tangan, Arfin duduk meringkuk. Badannya gemetar karena ketakutan.

Namun setelah cukup lama, tidak terjadi apa-apa pada Arfin. Akhirnya, Arfin mulai memberanikan diri untuk membuka matanya,
ternyata benar dugaannya, perempuan itu sudah pergi.

Dengan perasaan was-was, Arfin lantas keluar dari kamar mandi, setelah di rasa cukup aman ia pun langsung lari ke arah rumah dengan masih mengenakan celana pendek yang basah.

Klek..klek.. Suara pintu ditutup.

Setelah menutup dan mengunci pintu, Arfin langsung berlari ke arah kamarnya. Usai mengganti pakaian lalu kemudian ia menyembunyikan diri di dalam sarung.

Arfin mencoba untuk segera memejamkan mata agar perasaan takutnya menghilang.

Namun baru 3 jam tidur, ia kembali terbangun setelah bermimpi aneh.

Arfin merenung sejenak memikirkan mimpi yang baru saja ia alami.

Dalam mimpinya itu, Arfin di datangi oleh laki-laki yang sama seperti dalam mimpinya belakangan ini.
Arfin sedang memasak mie instan di dapur, ketika laki-laki itu datang menghampirinya.

Laki-laki itu berdiri diam menatap Arfin, Arfin yang bingung dan juga penasaran kemudian balas menatap si lelaki.
Namun ketika Arfin memperhatikan laki-laki tersebut, dari kepala laki-laki itu terlihat ada darah yang menetes. Dan semakin lama, darahnya semakin banyak.

Laki-laki itu melompat ke arah Arfin dengan gerakan cepat dan tidak terduga. Suaranya yang keras dan kasar membuat Arfin merinding.

“Pergi dari sini !!!!” teriaknya

Lalu kemudian Arfin terbangun dari tidurnya.

“Kenapa aku terus saja memimpikan orang itu? Siapa dia? Kenapa dia menyuruhku pergi?” ujar Arfin bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Braaaakkk… Arfin terkejut mendengar suara benda jatuh di luar kamar. Suasana sunyi tiba-tiba berubah menakutkan.

Arfin bergidik ngeri membayangkan bagaimana jika mimpinya menjadi kenyataan di malam itu.

“A’udzu bi kalimatillahit-tammati min syarri ma khalaq
(Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan ciptaan-Nya)” ucap Arfin berulang-ulang

Perlahan-lahan, rasa takutnya mulai berkurang. Namun meski begitu Arfin tetap membaca doa dan memutuskan untuk tetap terjaga, guna mencegah mimpi menakutkan itu kembali.

Saat pagi menjelang, rasa kantuk mulai menghampirinya.
Namun Arfin segera bergegas mandi dan bersiap berangkat kerja.

______

“Mbak..” panggil Arfin pada mbak Nik

“Apa, Fin?”

“Semalam aku mimpi aneh mbak..” ujar Arfin lalu menceritakan apa yang ia alami semalam pada perempuan itu, dengan sangat detail.

Mbak Nik mendengarkan cerita Arfin dengan saksama.

Tiba-tiba raut wajah mbak Nik berubah. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

“Kenapa kamu tidak cerita dari awal, Fin?” tanya nya lembut penuh kepedulian.

“Aku takut tidak ada yang percaya mbak.”

“Dari ciri-ciri yang kamu sebutkan tentang sosok laki-laki yang muncul di mimpimu itu, aku tahu siapa dia, Fin.” ujar mbak Nik

“Siapa mbak?” tanya Arfin penasaran

“Dia mantan karyawan pabrik sini juga. Tapi dia sudah meninggal.”

“Yang kata mas Adi kecelakaan itu bukan mbak?”

Mbak Nik mengangguk.

“Sebenarnya sudah banyak karyawan di pabrik ini yang meninggal, Fin. Dan yang meninggal adalah karyawan yang tinggal di rumah itu. Makanya aku pernah bilang kan, kalau rumah itu ada hantunya.”

Raut wajah Arfin langsung berubah menegang.

“Lalu aku harus bagaimana mbak? Aku takut mbak.”

“Ya sudah, begini saja. Nanti sepulang kerja, kamu ikut aku. Aku akan ajak kamu ke rumah kakekku. Mungkin kakekku punya solusi untuk membantumu mengatasi gangguan-gangguan itu.”ujar mbak Nik

Arfin mengangguk, berulang-ulang ia mengucapkan terima kasih pada mbak Nik.

Singkatnya. Sepulang kerja, Arfin langsung ikut mbak Nik pulang ke rumahnya.

Setelah berganti pakaian, mbak Nik lantas mengajak Arfin untuk kerumah kakeknya yang berada tak jauh dari situ.

Sesampainya mereka berdua di rumah kakek mbak Nik, mbak Nik langsung memperkenalkan Arfin pada si kakek.

Dengan wajah bingung, Arfin mendengarkan percakapan antara mbak Nik dan kakeknya dalam bahasa jawa, tanpa memahami satu katapun.

“Apa kata beliau mbak?” tanya Arfin setelah mbak Nik menatapnya.
“Kakekku bilang kalau kamu di ikuti sama 2 sosok, Fin. Satunya perempuan pakai kebaya hitam, dan satunya lagi laki-laki. Sosok yang perempuan itu, jahat.” ujar Mbak Nik

Percakapan keduanya terhenti ketika kakek mbak Nik mulai menunjukkan perilaku yang tidak biasa.

“Kakeknya mbak Nik kenapa?” tanya Arfin berbisik

“Kakekku sedang berkomunikasi dengan mahluk yang mengikutimu, Fin. Kita tunggu saja.”

Setelah beberapa saat menunggu, kakek mbak Nik memulai penjelasan tentang niat dan tujuan sosok-sosok tersebut.

“Kata kakekku, laki-laki itu memiliki niat baik. Dia ingin memperingatkanmu bahwa sosok perempuan itu berbahaya dan ingin mengambil mu, Fin. Kamu disuruh pergi sebelum terlambat.” ujar mbak Nik

Arfin terkejut,

“Mengambil ku? Maksudnya apa mbak?”tanya Arfin

“Dia menginginkan nyawamu.” ujar mbak Nik pelan

“Fin, aku sebenarnya penasaran kenapa pak Jaya mencari orang dari jauh untuk kerja di pabrik ini. Padahal orang-orang sini pun sebenarnya banyak yang ingin bekerja dipabrik ini. Apa jangan-jangan..” mbak Nik sengaja menggantungkan kalimatnya.
“Karena menurut kakekku, sosok perempuan itu merupakan jin pesugihan. Yang meminta tumbal nyawa, sebagai bayaran atas kemakmuran yang sudah dia berikan pada orang yang bersekutu dengannya. Dan sosok laki-laki yang mengikutimu itu merupakan salah satu tumbalnya, Fin. Sebab sekarang kamu juga sudah di tumbalkan.” lanjut mbak Nik

“Siapa yang menumbalkan aku mbak?” Arfin kembali bertanya

“Sebelum menjawab pertanyaanmu itu, aku mau tanya dulu, apa yang pak Jaya katakan sebelum kamu di terima kerja disini?” tanya mbak Nik

“Seingatku tidak ada pertanyaan aneh mbak. Dia cuma nanya apa benar aku mau melamar kerja, dan dia tanya umurku. Bahkan pak Jaya tidak menanyakan tentang pengalaman ku. Pak Jaya orang nya sangat baik. Oh iya, dia juga ada bertanya tentang wetonku. Tapi berhubung aku gak tau apa itu weton, jadi aku jawab tidak tau. Lalu pak Jaya meminjam KK ku. Kemudian aku di terima.”

“Aku rasa memang benar pak Jaya. Karena pertanyaan saat kamu mau melamar kerja itu tidak masuk akal, Fin. Alih-alih bertanya tentang pengalamanmu, dia malah menanyakan perihal weton. Weton itu istilah dalam kepercayaan jawa yang merujuk pada hari kelahiran seseorang berdasarkan kalender jawa tradisional. Kalender jawa memiliki siklus 7 hari dalam seminggu seperti minggu, senin, selasa dll. Serta siklus 5 hari pasaran yaitu legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Weton sering di gunakan sebagai acuan dalam berbagai hal, seperti membaca nasib dll. Dan memang ada weton yang diincar sebagai tumbal untuk jin. Dan aku rasa, weton mu sesuai untuk dijadikan tumbal.” ujar mbak Nik panjang lebar

Arfin sangat syok mendengar hal itu ia benar-benar tak menyangka.

“Lalu aku harus bagaimana mbak?” tanya Arfin

“Kamu harus pergi dari sini secepatnya, Fin. Kamu harus pulang ke kalimantan supaya sosok itu tidak bisa mengejarmu.” ujar mbak Nik

“Jadi kalau aku pulang ke kalimantan, sosok itu tidak akan bisa mengejarku mbak?” Arfin bertanya

“Mungkin saja. Tapi, kamu juga harus minta bantuan ahli spiritual untuk memastikan keselamatanmu disana.”

“Tapi aku tidak punya uang untuk pulang mbak, aku juga tidak tau caranya untuk pulang.” ujar Arfin

Setelah beberapa saat terdiam, mbak Nik dan kakeknya kembali berbincang menggunakan bahasa jawa. Dan tidak lama setelah itu, kakek mbak Nik beranjak dari duduknya. Lalu kakek mbak Nik keluar lagi dengan membawa sejumlah uang.

“Kakekku menyuruh kamu menggunakan uang ini untuk ongkos pulang ke kalimantan, Fin.” ujar mbak Nik

“Tapi aku, maksudku bagaimana caranya aku mengembalikan uang ini nantinya mbak?”

“Kakekku ikhlas membantu kamu, Fin. Kamu tidak usah memikirkan bagaimana cara membayarnya. Asal kamu selamat sampai tujuan, itu sudah cukup untuk kami.”

Arfin tersentuh mendengar perkataan mbak Nik, tanpa terasa matanya mulai berkaca-kaca.

“Kamu tenang saja, Fin. Besok aku akan membantu kamu untuk pulang.”ujar mbak Nik

Baca: Cerita Horor Pelet Darah Haid

Singkat ceritanya. Arfin kini sudah berada di kalimantan. Orang tuanya kaget begitu melihat Arfin pulang. Sementara adik-adiknya malah langsung meminta di belikan macam-macam barang pada Arfin, karena mengira Arfin pulang membawa banyak uang.

Arfin memutuskan untuk tidak menceritakan apa yang sudah ia alami pada orang tuanya. Ia hanya mengatakan kalau ia berhenti bekerja karena tidak cocok dengan pekerjaannya.

Tidak lama setelah kepulangannya itu, Arfin memutuskan untuk merantau ke kalimantan tengah. Disana ia ikut bekerja di salah satu tambang emas ilegal sekitar 4 bulanan, lalu berhenti, dan kemudian mendapatkan pekerjaan yang lebih layak di sebuah perusahaan kayu.

Hingga saat ini, Arfin tidak pernah lupa dengan kebaikan mbak Nik dan kakeknya. Arfin berdoa, dimanapun mbak Nik sekarang berada, semoga dia selalu sehat dan bahagia.

_____SELESAI_____

Write a comment