Blog Detail

  • Home
  • Cerita Horor Wangi Pandan

Cerita Horor Wangi Pandan

SlotRaja777 – Di ruang UGD sebuah rumah sakit nampak sekeluarga sedang membacakan Surah Yasin kepada seorang
bapak yang terbaring tak berdaya.

Bapak itu sedang sakaratul maut. Namun seolah dia masih enggan melepas nyawa dari raganya.
Sementara angka-angka indikator pada alat ventilator menunjukan semakin menurunnya tanda-tanda kehidupan. Bunyi khas seperti alarm pada alat itu semakin terdengar.
2 orang tenaga medis dengan
sigap menangani si bapak, berusaha semampunya untuk mengembalikan kesadaran si bapak. Namun sepertinya sia-sia.
Salah seorang tenaga medis mengatakan; “Mohon maaf, yang kita khawatirkan sepertinya akan terjadi.
Kondisi bapak semakin kritis. Silahkan pihak keluarga jika hendak mendoakan bapak.”
Saat para tenaga medis undur diri semakin merapatlah keluarga si bapak ke ranjang si bapak. Satu-satunya anak lelaki dari keluarga si bapak merasa heran melihat tenaga medis meninggalkan bapak yang
sedang terbaring dengan kedua kelopak matanya ditutup kapas dengan plester.
Lalu ia memeriksa ada
apa dengan mata si bapak. Nampak mata si bapak terbelalak seperti menatap sesuatu.
Lelaki itu adalah anak pertama dari si bapak yang sedang sekarat. Lalu ia membisikan sesuatu ke telinga kanan ayahnya, “Pah, papah udah cape. Papah udah waktunya istirahat. Jangan khawatirkan mamah
dan adik-adik. Nanti Tono yang jaga.”
Ia lalu membelai kening ayahnya sambil membacakan 2 kalimat syahadat.

Sepintas Tono melihat bibir ayahnya seperti bergetar. Tono yakin ayahnya sedang berusaha mengikuti
kalimat Syahadat yang dibimbingnya mengantar pada hembusan nafasnya yang terakhir.
Alat Ventilator
berbunyi melengking. Lalu Tono sempat membuka kapas dan plester yang menutup mata ayahnya,
sekarang kedua mata itu sudah menutup.
Jenazah si bapak kini sudah berada di rumah. Para handai tolan, kerabat juga tetangga sekitar berdatangan melayat. Tubuh kaku si bapak yang telah dikafani ditutupi kain jarik.
Di atas kainnya terdapat daun pandan yang diuntai dengan benang, seperti kalung. Wangi pandan menyeruak ruangan.
Malam harinya Tono bersiap tidur. Saat merebahkan tubuhnya pikirannya menerawang mengingat masa-masa bersama ayahnya. Ia juga ingat saat terakhir ayahnya di ruang rawat rumah sakit,
ayahnya yang saat masuk rumah sakit dikarenakan stroke berat, sore itu kondisinya sebenarnya sudah membaik. Sudah mulai mau makan, Namun menjelang tengah malam tiba-tiba ayahnya mengerang kesakitan.
Tono berusaha memejamkan matanya untuk tidur. Ia lalu memiringkan tubuhnya menghadap tembok.
Ia terperanjat, lalu memicing-micingkan matanya. Dalam pandangan Tono gulingnya berubah menjadi
motif kain jarik yang tadi pagi digunakan menutup jenazah ayahnya.
Tono bangun dari tidurnya, kini matanya melihat sesosok tubuh. Tubuh yang tergolek di ranjang Tono
adalah sosok ayahnya. Jantung Tono berdesir, antara takut dan kaget bercampur. Lalu sosok ayahnya itu
berkata; “Titip mamah dan adik-adikmu. Sekarang kamu kepala keluarga.”
Tono gemetaran, tidak mampu berkata apa-apa. Tak lama kemudian sosok ayahnya itu menghilang,
berubah kembali menjadi guling.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Tono kian disibukan pekerjaan di kantornya. Ia staf bagian
keuangan pada sebuah perusahaan perdagangan. Tak jarang ia pulang larut malam dikarenakan harus
lembur. Apalagi jika menjelang akhir bulan.
Tono memiliki dua adik, kedua perempuan. Adik pertamanya Nova. Saat ini sedang kuliah semester
akhir. Nova memiliki teman dekat laki-laki, usianya jauh lebih tua, namanya Lukman. Sewaktu ayahnya
masih hidup Nova kerap bersitegang dengannya.
Ayahnya menentang hubungannya dengan Lukman.
Bukan apa-apa, Lukman ini sudah memiliki istri dan 2 orang anak. Nova membela Lukman, menurutnya
Lukman tidak bahagia dengan perkawinannya dan sedang dalam proses perceraian dengan istrinya.
Sejak ayahnya meninggal, Nova malah semakin berani berhubungan dengan Lukman. Dia bahkan tanpa merasa berdosa mengajak Lukman ke rumahnya.
Si bungsu juga seorang perempuan, namanya Dara. Masih duduk di kelas XI SMU. Sejak ayahnya meninggal dia sering pulang malam. Beberapa kali malam minggu bahkan tidak pulang ke rumah.
Jika ibunya bertanya dia berdalih menginap di rumah sahabatnya untuk mengerjakan PR. Padahal sebenarnya Dara berpesta di klub malam bersama teman-temannya.
Ibu kewalahan dengan kelakuan kedua putrinya. “Kamu kan tau Nov, papah kamu tidak menyetujui hubungan kamu dengan Lukman,” kata ibu kepada Nova. Nova menjawab, “Sudahlah mah, aku bukan
anak kecil lagi. Lagi pula mana papah sekarang? dia udah ga ada. Aku ga butuh restu mamah.”
Sedangkan oleh Dara, mamah dibuat terus-terusan mengelus dada dikarenakan khawatir akan kebiasaan pulang malam anak gadis bungsunya. Setiap mamah bertanya dari mana hanya dijawab, “biasa lah mah, main sama si anu,” lalu bergegas masuk kamar melanjutkan kesibukannya dengan hp-nya.
Ibu menegur Tono atas kelakuan kedua adik-adiknya. “Mamah kan tau aku sibuk di kantor,” begitu jawaban Tono. Namun bagaimanapun sebagai anak pertama Tono rupanya masih memiliki rasa
tanggung-jawab.
Jika kebetulan ada di rumah ia mencoba menegur Nova. Namun bukannya menurut
Nova malah mendebat sengit Tono.
Lain lagi dengan Dara. Jika Tono menasehatinya dia mengiyakan saja, namun perhatiannya ke layar handphone-nya saja sambil cengar-cengir sendiri.
Atas kondisi itu ibu malah semakin sering pergi ke rumah orangtuanya di luar kota dan menginap di sana setidaknya dua minggu. Ibu seperti tidak kerasan di rumah.
Tono tidak ambil pusing. Dia berpikir dia sedang mengejar karir, kedua adik-adiknya bukan anak kecil
lagi.

“Bodo amat lah, urus diri sendiri aja,” gumamnya.

Hingga suatu malam ……
Tono terbangun dari tidurnya perutnya terasa mulas. Dia melihat jam tangannya, pukul 2.30 dini hari. Ia
keluar dari kamar tidurnya menuju ke kamar mandi. Saat di dalam kamar mandi di tengah membuang
hajatnya ia mendengar sesuatu di luar kamar mandi.
“BRUK! ….. BRUK!….. BRUK!”. Tono memasang telinga kanannya mencoba menerka suara apakah gerangan di luar.

“BRUK! …. BRUK! …. BRUK!”

Itu seperti suara orang yang sedang melompat dan suara
itu semakin mendekat hingga tepat di depan pintu kamar mandi.
“Suaranya berhenti di depan pintu,” lirih Tono dalam hati. Sesaat kemudian Tono mencium wangi sesuatu, wangi pandan.
Bulu kuduknya meremang, merinding. Keringatnya mulai keluar dari keningnya.
Ia menyudahi buang hajatnya. Saat hendak membuka pintu kamar mandi dadanya berdegup kencang.
Saat keberanian terkumpul dia buka cepat-cepat pintu kamar mandi, tak ada apapun. Lalu Tono
setengah berlari bergegas masuk ke kamarnya. Dia tarik selimut hingga seluruh tubuhnya tertutup. Lalu bunyi itu terdengar lagi,

“BRUK! …. BRUK!…. BRUK!”
Kini bunyi sesuatu atau seseorang seperti sedang melompat-lompat terdengar dekat sekali, di dalam kamar bersamanya.
“BRUK BRUK!…BRUK!”

Bunyi itu berhenti dekat ranjang tidur Tono. Lalu terdengar suara setengah berbisik lirih dan parau memanggil namanya,

Baca: Cerita Horor Taman Arwah

“Tono…. Tono… Tono……”
Tono semakin gemetaran di balik selimut. Wangi pandan kian pekat tercium hidungnya. Lalu suara itu terdengar lagi, “Tono …. Tono …., mana janjimu Tono. Tono …..”

Dengan gemetar Tono menjawab, “Maa… ma.. maafkan aku papah. A..A.. Aku, gagal.”

TAMAT

Write a comment